Bernyali atau tidak itu bisa dibuktikan dengan melawan!

Amuk Hantarukung yang terjadi 18-19 September 1899 di Wasah Hilir adalah bukti sejarah bahwa rakyat Kalimantan pada suatu ketika pernah mengadakan perlawanan kepada penjajahan Belanda.

Dipimpin oleh Bukhari, pemuda asal Kampung Hantarukung (kini masuk kedalam wilayah administratif Desa Wasah Hilir, Kecamatan Simpur, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan), ratusan warga turun ke medan tempur.

Gerakan Bukhari melawan ini selain didukung penduduk Hantarukung, juga diikuti penduduk kampung Amparaya dan Ulin.

Sejarawan Banjar, Ramli Nawawi menulis, alasan perlawanan Amuk Hantarukung itu karena tiga warga kampung tersebut tidak bersedia lagi melakukan kerja rodi menabuk sungai (garis) antara sungai Amandit dan sungai Negara. Selain itu mereka menyatakan juga tidak bersedia lagi membayar pajak.

Peristiwa Amuk Hantarukung itu berkesudahan esoknya, 19 September 1899 dengan ditandai gugur sebagai pahlawan: Bukhari, H Matamin, Landuk dan Pangerak Yuya karena tembusan peluru Belanda.

Sebanyak 4 orang mati di dalam sel penjara, 9 orang mati digantung, 11 orang dibuang keluar daerah dan mati di tanah pembuangan.

Jenazah Bukhari, Landuk dan Matamin dimakamkan di kampung Parincahan, Kecamatan Kandangan, HSS. Di sebuah lokasi alkah yang terkenal dengan makam Tumpang Talu (Tumpang Tiga).

Sembilan orang yang digantung dimakamkan di kuburan Bawah Tandui, kampung Hantarukung dan di kuburan Talaga Gajah, Amparaya, Kecamatan Simpur, HSS.

Al-Fatihah… AB

#amuk #hantarukung