Musim buah tiwadak (cempedak) dan durian saat ini membuat harga buah lain turun.

Kali ini kita tidak bercerita soal turun atau naiknya harga buah-buahan lain seperti semangka, salak, nenas dan pisang.

Namun kita akan membicarakan penganan yang disebut gaguduh. Makanan tradisional jenis gorengan ini bisa dibilang wadai (kue) legendaris bersama-sama untuk-untuk dan lempeng.

Di tengah gempuran aneka jajanan pasar gorengan masa kini, pamor gaguduh memang agak sedikit tergusur oleh penguasa gorengan baru semacam tahu goreng isi, tempe goreng dan bakwan.

Gaguduh laksana wakil era masa lalu. Seperti juga kolega lamanya kue untuk-untuk yang terdesak oleh kehadiran donut yang lebih menggoda rasa dan tampil memikat.

Gaguduh terbuat dari bahan campuran adonan tepung, gula dan garam yang digoreng dengan minyak. Isi dalam gaguduh biasanya racikan potongan kecil-kecil pisang masak.

Ketika musim tiwadak tiba, pisang pun digantikan oleh si manis. Jadilah gaguduh tiwadak “mejeng” di warung-warung kampung menggantikan tempat kedudukan gaguduh pisang.

Menyantap dua sampai tiga gaguduh tiwadak cukup membuat perut kita berisi. Apalagi jika biji tiwadak tidak kita buang percuma alias dibabat habis beserta daging buahnya yang manis itu.

Berapa potong gaguduh tiwadak yang sanggup Anda cerna sekali hadap? Tidak perlu bilang-bilang saya. Kalau ada “kelebihan” cukup berbagi rasa kepada teman di sekitar Anda. BA