Tionghoa atau Cina. Mana yang lebih familiar bagi Anda?
Ada anggapan dan penilaian penyebutan Cina bernuansa tidak nyaman, bermasalah dan menyengat.
Sehingga untuk menghilangkan rasa tidak nyaman itu kata Cina diganti menjadi Tionghoa.
Bagi masyarakat Banjar, kata Cina sudah sangat akrab. Penyebutan itu “lengket” di memori beriringan sejak kedatangan warga keturunan asal negeri Tiongkok itu di bumi Kalimantan berabad silam.
Tak heran sebutan Pacinan (kampung Cina), Kapitan (kapiten/kapten) Cina dan Bong (kubur) Cina sudah sangat familiar di telinga dan ruang publik percakapan.
Di Banjarmasin terdapat kampung Pacinan di Jalan Veteran dan Jalan Tendean di seputaran wilayah Kampung Gadang. Komunitas serupa terdapat di Pelaihari, ibukota Kabupaten Tanah Laut, Kalsel yang terkenal dengan sebutan Cina Parit.
“Saya Islam. Orang Cina, sepuluh kali disunat tetap orang Cina,” kata Ketua PITI Kalsel Winardi Sethiono dalam Bedah Buku Tionghoa Banjar, Minggu (30/7/2023) di Hotel Rodhita Banjarmasin.
Bagi Winardi, penyebutan Tionghoa atau Banjar itu sama saja. Ia tak mempermasalahkannya.
“Cina atau Tionghoa saya terima dengan besar hati,” ujarnya.
Winardi menyatakan selama ini keberadaan Tionghoa Banjar belum pernah terjamah dan terungkapkan dalam sebuah buku.
Ia bersyukur buku Tionghoa Banjar terwujud melalui kerjasama PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia) Kalsel, PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) Kalsel dan LK3 (Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan) Banjarmasin.
“Kalau bisa buku ini dimasukkan ke Google. Agar lebih banyak generasi muda yang membacanya,” pungkasnya. JL