Orang kaya lebih sering perhitungan dibandingkan orang biasa.

Demikian kurang lebih kesimpulan Izzudin (55) yang membuka usaha jasa tambal ban (vulkanisir) di satu ruas jalan Trans Kalimantan Handil Bakti Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Pengalaman lebih dari 30-an tahun menjalani jasa itu memperkuat kesimpulannya.

Orang biasa yang sering naik sepeda motor membayar jasa tanpa keberatan atau menawar.

Sebaliknya pemilik mobil sering tidak mau membayar harga yang pantas.

Jumat (6/10/2023) jam 7 pagi, Monitor Borneo menyambangi tempat “praktek” Izzudin. Ia baru saja berkemas menyiapkan angin dari compressor. Compressor tua yang dibelinya sejak berusaha di Sampit, Kalimantan Tengah, tahun 80-an.

Roda mobil membutuhkan banyak angin dibanding roda sepeda motor. Karena itu tarif isi anginnya berbeda. Sepeda motor Rp2.000, sedang mobil Rp5.000 (per roda).

Pagi itu Izzudin melayani tubles ban mobil ring 15. Dengan usia yang sudah tidak sekuat waktu muda, ia mengerahkan sekuat tenaganya untuk menyelesaikan pekerjaan.

Ketika selesai, dan Izzudin menyebut tarif sebesar Rp30.000 untuk jasanya, sang konsumen yang orang “kaya” keberatan dan hanya bersedia membayar Rp20.000.

“Mobilnya saja seken harga Rp275 juta, bannya saja sebiji Rp1,5 juta. Tapi masih menawar. Karena itu saya lebih suka melayani orang biasa, tidak rewel dan menawar-nawar jasa,” ujar Izzudin.

Apa yang disampaikan Izzudin masuk akal. Jasa tambal ban sepeda motor saja umumnya Rp15.000. Sementara jasa tambal tubles ban mobil yang perlu tenaga lebih dan memakan angin lebih banyak, si orang kaya hanya bersedia merogoh kantong Rp20.000. Tak ingin berperkara berbuntut panjang, Izzudin merelakannya.

“Yah, begitu lah. Makanya saya sering menolak (isi angin mobil) dengan alasan compressor tidak kuat,” pungkasnya. BA