Ini adalah kisah George Soros, miliarder keturunan Yahudi berkebangsaan Amerika Serikat. Dia adalah pendiri dan pengelola perusahaan investasi global, Quantum Group of Funds sejak 1970-an.
Sayangnya, dunia mengenalnya tak cuma sebagai investor ulung, tetapi juga pembawa malapetaka. Berbagai kelakuannya di dunia investasi global ternyata pernah berdampak buruk ke banyak negara.
Di Indonesia namanya tercatat sebagai pemantik krisis 1997 yang berujung pada kemelut politik dan pengunduran diri Soeharto.
Efek domino Soros
“Orang Bodoh! Ini [Krisis] adalah rancangan kaum Yahudi yang gak senang terhadap kemajuan Umat Islam.”
Kalimat umpatan di atas yang dikutip oleh kolumnis Daniel Moss bukan dari mulut rakyat jelata, melainkan terucap dari orang nomor satu di Negeri Jiran, Perdana Menteri ke-4 Malaysia Mahathir Mohammad (1981-2003), 25 tahun lalu.
Mahathir memang kesal bukan kepalang, bahkan berani memainkan sentimen agama. Pasalnya, di tahun 1997-1998, negaranya termasuk juga Indonesia, berantakan akibat krisis ekonomi yang dalam pandangannya disebabkan oleh seorang miliarder keturunan Yahudi bernama George Soros.
Kala itu, Soros adalah pendiri dan pemimpin perusahaan pengelola investasi global, Quantum Group of Funds, sejak 1970-an. Selama lebih kurang dua dekade hingga akhir abad ke-20, Soros mampu memberikan keuntungan 30% kepada para investor dari aset yang dikelolanya. Maka, tak heran kalau Quantum Group of Funds adalah perusahaan pengelola investasi terbaik di dunia saat itu.
Awal mula tuduhan “Bodoh” Mahathir itu mengacu pada urutan krisis yang bermula dari kebijakan perusahaan Soros. Sekitar awal 1997-an, Quantum Group of Funds melakukan spekulasi dengan meminjam Baht Thailand dalam jumlah besar. Modalnya pun rendah hanya US$ 1 miliar.
Meski begitu, dalam laporan Rupert Hargreaves di Bussines Insider, spekulasi itu terjadi bukan di momentum yang tepat, dan terbukti hanya mencari cuan saja.
Saat spekulasi dilaksanakan pada 1997, terjadi penguatan mata uang dollar AS di Thailand yang menggerus transaksi dengan Baht Thailand. Akibatnya, Bank Sentral Thailand bereaksi dengan menaikkan suku bunga, membeli Baht dengan dolar di pasar valuta asing, dan membatasi akses orang asing ke Baht selama beberapa bulan.
Naas, kebijakan ini justru membuat Thailand ‘tunduk’ pada dolar AS. Bank Sentral gagal mengontrol skema nilai pertukaran dan mengubahnya menjadi mengambang bebas. Alhasil, mata uang Baht terjun bebas 60%. Inilah awal mula krisis moneter Asia, yang merembet ke negara-negara tetangga, termasuk Malaysia dan Indonesia.
Akibatnya arus investasi pun keluar deras dari Thailand. Pada titik inilah Soros dan perusahaannya untung besar.
“Ada banyak dugaan dalang krisis karena dia memasang taruhan besar pada Baht dan berujung pada pernyataan bahwa Soros membantu merekayasa krisis Asia melalui koneksi politiknya,” tulis Business Insider
Soros sebetulnya bukan pertama kali melakukan hal demikian. Lima tahun sebelum krisis Asia 1997, dia pernah melakukan hal sama kepada Inggris. Hasilnya, ekonomi Inggris juga ‘berdarah-darah’, dan dia pun tetap cuan.
Sebelum dan sesudah krisis 1997 pun dia juga tercatat melakukan tindakan serupa yang membuat ekonomi suatu negara carut-marut. Maka, banyak pula dugaan bahwa tindakan ini adalah konspirasi.
Menariknya, Soros bukanlah seorang ekonom andal. CNN International menyebut kebijakan ekonomi pria yang lahir pada 12 Agustus 1930 ini lebih didasarkan pada insting karena menurutnya kebijakan ekonomi justru sulit dijelaskan dengan pendekatan ilmiah ekonomi.
Dalam buku biografi yang ditulis Michael T. Kaufman berjudul Soros: The Life and Times of a Messianic Billionaire (2002), diketahui cara pandang ini disebabkan oleh dua hal.
Pertama, karena ia tumbuh besar di bawah pendudukan NAZI Jerman, sehingga memiliki pandangan berbeda tentang politik dan ekonomi global. Kedua, disebabkan karena terpengaruh oleh ilmu filosofi yang diajarkan oleh orang yang dianggap gurunya bernama Karl Popper.
Berkat Popper, Soros memandang teori-teori ilmiah itu tidaklah valid. Jadi, selama berkarier sebagai investor dia berupaya menganalisis pola-pola ekonomi dunia dan menghafalnya untuk membaca situasi.
Saat terjadi krisis, misalkan, Soros sudah mengetahui apa yang harus dilakukan karena krisis tersebut punya kesamaan pola dengan kasus sebelumnya. Dari sinilah Soros mengeluarkan kebijakan berdasarkan intuisi yang dia pahami. Dan tentu kebijakan tersebut kerap menjadi malapetaka bagi banyak negara, termasuk Indonesia yang pernah mengalami pahitnya masa-masa itu.
Mengacu pada data Forbes, kini Soros berada di urutan 380 orang terkaya di dunia dengan harta US$ 6,7 miliar atau Rp 106 Triliun. Meski sekarang dia ‘mandi uang’, orang-orang tidak akan pernah lupa ‘dosa’-nya di seluruh dunia. Bahkan, situs berita Haarezt menyebut dia adalah orang yang paling dibenci di dunia.
Source : CNBC Indonesia