Pasangan calon presiden Anies Baswedan dan calon wakil presiden Muhaimin Iskandar menjadi satu-satunya kontestan yang tidak menjadikan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) masuk ke dalam dokumen visi, misi, dan program kerjanya.

Dalam dokumen visi, misi, dan program kerja berjudul Indonesia Adil Makmur untuk Semua, kedua pasangan calon itu hanya mengusung sembilan program pembangunan Kalimantan, yakni menjadi percontohan dunia sebagai penerapan ekonomi hijau, hingga pelibatan masyarakat lokal dalam tiap tahap pembangunan.

Sementara itu, pasangan kontestan Pilpres lainnya, seperti Ganjar Pranowo dan Mahfud MD secara spesifik menyebutkan di dalam dokumen visi, misi, dan program kerjanya berjudul Menuju Indonesia Unggul secara spesifik keberlanjutan program IKN. Bahkan mereka memastikan percepatannya.

“Komitmen melanjutkan pembangunan Ibu Kota Nusantara secara bertahap hingga IKN menjadi titik keseimbangan baru keadilan pembangunan sekaligus simbol Indonesia yang futuristik,” dikutip dari dokumen visi, misi, dan program kerja Ganjar-Mahfud, Kamis (26/10/2023).

Begitu pula dengan pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Keduanya memasukkan rencana melanjutkan pembangunan IKN dalam dokumen visi, misi, dan program kerja bertajuk Bersama Indonesia Maju.

“Melanjutkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru secara berkelanjutan,” dikutip dari dokumen visi, misi, dan program kerja kedua pasangan calon itu.

Bahkan, dalam dokumen itu, pembangunan IKN dimasukkan ke dalam salah satu prestasi Prabowo sebagai menteri pertahanan sejak 2019 dengan menyebutkan Menhan Prabowo perbaiki dan tingkatkan kualitas SMA Taruna Nusantara, membangun lima sekolah baru di Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Ibu Kota Nusantara (IKN), dan membangun dua politeknik baru.

Menhan Prabowo perbaiki dan tingkatkan kualitas SMA Taruna Nusantara, membangun 5 (lima) sekolah baru di Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Ibu Kota Nusantara (IKN), dan membangun dua politeknik baru.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengingatkan, masuk tidaknya kebijakan pembangunan IKN dalam dokumen visi, misi, dan program kerja capres dan cawapres itu tentu akan mempengaruhi besaran penggunaan APBN nya.

Sebab, ia mengatakan, konsekuensi dari tidak masuknya pembangunan IKN ke dalam program visi-misi itu ada pada sisi anggaran. Jika tak menjadi prioritas maka anggaran pengerjaan proyeknya tidak akan sebesar yang memprioritaskannya seperti pasangan Ganjar-Mahfud MD dan Prabowo-Gibran.

“Konsekuensinya nanti dukungan APBN terhadap pembangunan IKN pasti akan berbeda, dia akan lebih kuat pendanaan APBN Pak Ganjar-Mahfud karena jelas akan melanjutkan besarannya mungkin bisa saja lebih besar dari Pak Jokowi,” ucap Tauhid kepada CNBC Indonesia, Jakarta, dikutip Kamis (26/10/2023).

Kendati begitu, Tauhid menganggap, kebijakan pembangunan IKN pasti tidak akan dihentikan oleh pasangan capres manapun, karena biaya pembangunan yang sudah berjalan akan lebih besar jika seketika terhenti, dan efek pembangunannya juga bisa mendorong pergerakan pertumbuhan ekonomi.

“Kalaupun tidak masuk ke visi-misinya Anies, tapi pasti kan dia punya versi teknokratiknya, kemudian memasukkan IKN ke dalamnya. Tapi sekali lagi ya karena tidak masuk visi-misi bisa jadi tidak menjadi prioritas karena bahkan tidak disebut secara harfiah,” ucap Tauhid.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal juga mengatakan hal serupa. Menurutnya, tidak masuknya IKN ke dalam visi misi Anies-Muhaimin tentu menunjukkan tingkat prioritas terhadap pembangunannya.

Jika tidak menjadi prioritas maka sisi penganggarannya juga tidak akan menjadi prioritas sehingga akan mempengaruhi proses pembangunan yang saat ini sudah berjalan. Tapi, tidak serta merta akan dihentikan total oleh Anies-Muhaimin.

“Dengan tidak masuk dalam visi misi, maka IKN jelas bukan menjadi prioritas pasangan ini, meskipun mungkin masih dilanjutkan. Tapi saya rasa bukan berarti lantas dihentikan,” tutur Faisal.

Kendati begitu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menganggap wajar Anies-Muhaimin tidak memasukkan program pembangunan IKN ke dalam visi, misi, dan program kerjanya. Sebab, beban biayanya akan sangat tinggi jika masih harus dibiayai APBN.

“Karena IKN masih cukup kontroversial, termasuk pembiayaan yang ditanggung APBN. Sementara para capres membawa program-program baru yang butuh biaya juga, jadi harus memilih mau lanjut IKN, ya rasio utang tidak mungkin jadi 30%, atau sulit mencapai pertumbuhan 7%,” ucap Bhima.

Source : CNN Indonesia