Fungsi intermediasi perbankan menjadi perhatian Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dia menilai bank terlalu mencari aman dengan banyak menaruh dananya di surat berharga.
“Saya mengajak seluruh perbankan harus prudent harus hati-hati tapi tolong lebih di dorong lagi kreditnya, terutama bagi UMKM,” kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, dikutip Kamis (7/12/2023).
Jokowi menyatakan, berdasarkan laporan pelaku usaha, peredaran uang kini makin kering. Ada indikasi, kata Jokowi, hal tersebut terjadi karena pembelian instrumen yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
“Jangan-jangan terlalu banyak yang di pakai untuk membeli SBN atau terlalu banyak yang dipakai untuk membeli SRBI atau SVBI. Sehingga yang masuk ke sektor riil berkurang,” paparnya.
Menurut Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan, penyaluran kredit perbankan akan selaras dengan kondisi perekonomian. Saat ini roda ekonomi berputar lambat karena suku bunga tinggi dan tekanan inflasi.
“Instruksi untuk aktif menyalurkan kredit tentu harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan pemberian kredit yangsehat terutama di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya membaik,” katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (7/12/2023).
Dia menilai pernyataan Jokowi agar bank lebih agresif menyalurkan kredit agar fungsi intermediasi dapat berjalan optimal. Dengan demikian dapat menggairahkan perekonomian.
Kredit Bank Swasta Lesu
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), surat berharga yang dimiliki bank per September 2023 senilai Rp 1.889,7 triliun, naik 3,59% secara tahunan (yoy).
Pada periode yang sama kredit yang disalurkan bank kepada pihak ketiga tumbuh lebih tinggi atau 8,96% yoy menjadi Rp 6.837,3 triliun.
Namun bila dilihat lebih detail, pertumbuhan surat berharga bank swasta nasional hampir setara dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan kepada pihak ketiga. Per September 2023, surat berharga naik 7,15% yoy sedangkan kredit tumbuh 7,84% yoy.
Begitu pula dengan kantor cabang bank asing yang lebih memilih menaruh dananya di surat berharga. Hal ini terlihat dari pertumbuhan surat berharga sebesar 35,79% yoy, pada saat kredit merosot 4,71% yoy.
Kontras dengan bank BUMN yang pertumbuhan kreditnya 10,98% yoy dan surat berharga kontraksi 2,38% yoy.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae mengatakan bahwa setiap bank memiliki risk appetite yang berbeda antara satu dengan yang lain. “Kami melihat penempatan portofolio dan liquidity management juga beda-beda,” katanya.
Dia juga mengatakan bahwa bank tidak bisa dilepaskan dari fungsi utama, yakni menghimpun dana dari masrayakat dan kemudian disalurkan kembali.
Kendati demikian, OJK juga ikut mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit, khususnya kepada UMKM. “Saya kira tanggung jawab seperti ini diemban perbankan,” katanya.
Survei : CNBC Indonesia