Seberang Mesjid adalah nama suatu kampung tua di Banjarmasin. Pada
periode tahun 1635-1880 wilayahnya lebih luas dari keadaan sekarang.

Pimpinan pemerintahan kampung ini di bawah kendali seorang berpangkat Ronggo bernama Mesa Jaladeri. Seberang Mesjid kini merupakan kelurahan di Kecamatan Banjarmasin Tengah.

Dinamakan Seberang Mesjid karena berada di seberang lokasi bangunan Masjid Jami pertama di kampung Sungai Jingah-Teluk Masjid (Taluk Masigit).

Masjid Jami berdiri tahun 1786 adalah masjid tertua kedua setelah Masjid Sultan Suriansyah di Kuin. Masjid Jami sebelum dipindahkan ke lokasi sekarang di Jalan Masjid Jami semula berdiri di tepi Sungai Martapura di Taluk Masigit (sekarang Jalan Panglima Batur).

Mesa Jaladeri adalah putra Tumenggung Suta Dipa, Menteri Besar kerajaan Banjar berkedudukan di Banjarmasin pada zaman Sultan Tamjidillah 1 alias Sultan Sepuh yang memerintah 1734-1759.

Kekuasaan sang Ronggo ketika itu, menurut Arthum Artha dalam Dua Tahun Museum Bandjar di Pulau Tatas, melingkupi kampung-kampung Sungai Baru, Mantuil, Kelayan, Banua Anyar.

Sejarawan Banjar Idwar Saleh menyebutkan, Mesa Jaladeri memiliki nama asli Anang dan mendapat gelar Kiai Mesa Jaladeri setelah berhasil membinasakan kerbau mengamuk.

Ketika ayahnya meninggal, jabatan Menteri Besar kerajaan Banjar beralih ke tangannya. (Idwar Saleh, Banjarmasih, Sejarah singkat mengenai bangkit dan berkembangnya kota Banjarmasin serta wilayah sekitarnya sampai dengan tahun 1950).

Tumenggung Suta Dipa dan Mesa Jaladeri tinggal di Kampung Keraton, sekarang letaknya antara Jembatan Pasar Lama sepanjang Jalan Sungai Mesa Laut, Jalan Sungai Mesa Darat sampai tepi Sungai Martapura.

Pada masanya Kampung Keraton merupakan kampung terpenting di Banjarmasin. Disebut Kampung Keraton karena istana Sultan Adam (1825-1857) dan istana Sultan Tamjidillah 2 (1857-1859) ada di wilayah ini.

Semasa kekuasannya, Mesa Jaladeri pernah memerintahkan penduduk untuk menggali sebuah saka (anak sungai) di sekitar Kampung Keraton yang bermuara ke Sungai Martapura. Saka ini kemudian dinamakan Sungai Kiai Mesa yang akhirnya lambat laun oleh pemukim di sana disingkat menjadi Sungai Mesa.

Tanggal 13 Agustus 1787, Mesa Jaladeri turut menandatangani tractaat perjanjian persahabatan antara kerajaan Banjar dan Belanda di Bumi Kencana (Martapura). Ia kemudian bergelar Pangeran Mesa Jaladeri.

Seiring waktu Kampung Keraton memudar namanya ketika ditinggal pergi para penghuni keluarga bangsawan kelas utamanya. Sultan Tamjidillah sendiri dalam kemelut perseteruan panas kaum istana dengan Belanda akhirnya dibuang ke Bogor. Bangunan istana turut dibongkar. Kampung Keraton menjadi Kampung Sungai Mesa. Nama sang tokoh Mesa Jaladeri pun nyaris terlupakan. Sayup-sayup sedikit warga mengenalnya sebatas nama: Datu Mesa. YB