Pada zaman dahulu kala hiduplah di Kampung Habulung, Sungai Batang, Martapura, Kalimantan Selatan, seorang pemuda belia yang bernama Abdul Hamid.

Ia hidup semasa dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, penyebar agama Islam pada abad ke-18 di Kalimantan Selatan. Ketika itu yang berkuasa sebagai Raja Banjar adalah Sultan Tamjidillah.

Meskipun yatim piatu, karena telah ditinggal orangtuanya sejak kecil, Abdul Hamid tidak pernah meminta-minta dan memakan barang tidak baik seperti hasil curian. Namun, ada-ada saja rezeki menghampirinya.

Orang yang bersimpati melihat dirinya hidup sebatang kara sering memberinya makanan. Jika ada pemberian yang diperoleh dari jalan tidak halal, ia tak akan mau memakannya. Entah dari mana ia mengetahui, sepertinya ia dikarunia ilmu khusus dari Tuhan.

Menurut cerita, Abdul Hamid tidak mempunyai guru. Ilmu yang dimilikinya adalah ilmu laduni (karunia langsung yang dianugerahkan Tuhan kepada hambanya yang saleh).

Karena tinggal di Habulung (sekitar 40 Km dari Kota Banjarmasin) orang-orang mengenalnya sebagai Abdul Hamid Habulung. Dikisahkan, Abdul Hamid yang ketika itu berusia sekitar 15-16 tahun telah menjadi sosok ganjil.

Perangai dan kelakuan Abdul Hamid dinilai nyeleneh oleh masyarakat karena setiap ditanya kemana ia akan pergi, ia selalu menjawab: “Aku hendak mencari Allah SWT.”

Pada suatu hari, diceritakan Abdul Hamid pergi ke Mesir dengan tujuan hendak bertemu seorang guru besar atau ulama paling top di negeri Piramid itu. Ia menumpang kapal laut angkutan haji. Tidak diceritakan berapa lama perjalanannya, yang pasti Abdul Hamid akhirnya menginjakkan kaki di negeri Mesir.

Tidak gampang bertemu dengan ulama besar Mesir itu. Tidak sembarang orang yang dapat bertemu dengannya. Ibaratnya sekarang jika seorang rakyat biasa ingin bertemu pejabat tinggi atau penguasa harus melewati aturan protokoler. Mendaftar dulu di meja penerima tamu dan bakal diinterogasi petugas keamanan. Ditanyai sudah punya janji atau belum. Jadi tidak mudah.

Begitu pula dengan Abdul Hamid ketika hendak bertemu ulama Mesir tertinggi. Konon, untuk dapat bertemu atau menuntut ilmu dengan ulama terkenal Mesir itu harus melewati 7 lorong rahasia yang masing-masing ada penjaganya.

Seseorang akan mampu melewati 1 lorong jika menguasai 10 macam ilmu. Artinya, untuk menembus 7 lorong harus menguasai 70 macam ilmu. Di depan setiap lorong menunggu para penjaga yang siap menguji pengetahuan orang yang akan lewat (ingin bertemu ulama Mesir).

Kalau tidak lulus ujian ini mereka harus tinggal dan belajar sampai syarat-syarat terpenuhi. Dapat dibayangkan berapa lama seorang menghabiskan waktu menuntut sebanyak 70 macam ilmu agar sampai ke tujuan dan dapat bertemu muka dengan guru besar.

Syarat-syarat itu ternyata tidak berlaku bagi Abdul Hamid. Kedatangannya bukan untuk belajar ilmu (seperti orang-orang lainnya) tetapi niatnya cuma ingin bertemu dengan guru besar.

Para penjaga itu tak punya alasan untuk mengusir atau menghalangi perjalanan Abdul Hamid maka melengganglah Abdul Hamid memasuki lorong demi lorong hingga akhirnya tiba di depan kediaman ulama nomor wahid Mesir itu.

Dari dalam rumahnya ulama besar itu sudah melihat ada seorang pemuda berperangai aneh di depan pintu rumahnya. Di sana, Abdul Hamid hanya diam dengan posisi wajah menyentuh lantai, seperti orang tidur.

Ulama Mesir pun tergerak untuk menemui sang tamu dan menyapanya dengan mengucapkan salam. Salam pun dibalas dan terjadilah percakapan singkat diantara keduanya.

Ulama Mesir : “Siapa nama kamu dan datang dari mana?”
Abdul Hamid : “Saya Abdul Hamid, orang Banjar.”

Singkat cerita, ulama Mesir menjamu Abdul Hamid dengan buah-buahan terbaik yang ada di negerinya seperti buah apel, anggur dan buah delima.

Buah-buahan itu dimakan Abdul Hamid dengan dingin. Tak ada kalimat atau sepatah kata pun komentar pujian tentang hidangan yang disajikan tuan rumah. Sikap dingin Abdul Hamid seolah-olah ia ingin mengatakan buah yang disantapnya tidaklah begitu istimewa.

Ulama Mesir pun jadi penasaran. Ia ingin tahu buah seperti apa yang ada di tanah asal sang tamu. “Kalau di sana buah-buahannya apa?” ujar tuan rumah memecah kesunyian. (YA/Bersambung)