Di zaman Nabi Sulaiman AS, pembangkangan jin kepada tuannya (Nabi Sulaiman) pernah terjadi. Ini bisa menjadi contoh bahwa jin termasuk makhluk yang suka menyalahi kepercayaan.
Suatu ketika, dalam sebuah perjalanan kenegaraannya mengunjungi pelosok-pelosok negeri wilayah kekuasaannya, Sulaiman Ibnu Daud singgah di sungai untuk membersihkan diri.
Cincin kebesaran Sulaiman yang menjadi penanda bahwa ia seorang raja pun dilepasnya ketika mandi. Jin Ifrit, jin yang hidup dan menjadi rakyat Sulaiman, mengambil kesempatan itu. Ia mencuri cincin Nabi Sulaiman.
Ifrit kemudian pulang ke istana Sulaiman dan dengan kemampuannya menyaru sebagai Sulaiman. Berbekal cincin itu, penyamaran Ifrit sempurna sebagai Sulaiman. Tak ada yang mengetahui wujud aslinya.
Di istana Sulaiman, Ifrit bertingkah aneh, lain dari biasanya. Berhura-hura, main perempuan dan minum minuman yang dilarang syariat. Ini tentu saja bukan karakter Sulaiman yang sesungguhnya.
Sementera itu, usai melakukan kunjungan, Sulaiman asli pulang ke istananya. Tapi gagal masuk ke istana karena tak membawa cincin “stempel kerajaan” itu. Kian hari kelakuan Ifrit makin ngawur. Seorang panglima curiga melihat perangai Sulaiman palsu. Ifrit malu, lalu membuang cincin tersebut ke laut. Cincin tersebut ditangkap oleh mulut ikan.
Karena tak bisa masuk ke istananya sendiri Sulaiman Ibnu Daud lantas mengembara. Dan, kemudian berjumpa dengan seorang nelayan. Sulaiman ikut membantu menjala ikan. Kebetulan yang terkena jala adalah ikan yang menelan cincin kerajaan itu. Ketika perut ikan dibedah itu, ia kaget menemukan cincin. “Oh itu cincin saya,” ujar Sulaiman, gembira. Sulaiman tanpa halangan berhasil memasuki istananya.
Si nelayan yang diikuti Sulaiman mempunyai seorang anak perempuan rupawan. Anehnya, ia tak mau kawin dengan pemuda manapun kalau tidak dengan Raja Sulaiman. Sang ayah bermaksud menjodohkan putrinya dengan Sulaiman tukang jala ikan. Sudah menjadi takdir, ternyata Sulaiaman sendiri yang datang melamar si anak tukang jala.
Kejadian di atas menunjukkan bukti bahwa jin yang mestinya tunduk kepada tuannya malah berani membangkang Nabi Sulaiman yang mempunyai kekuasaan atas segala makhluk, termasuk makhluk bangsa jin.
Pada peristiwa lain menunjukkan, bahwa jin tak mampu mengalahkan manusia yang bertaqwa. Dalam sebuah forum, jin kalah dalam unjuk kemampuan siapa paling cepat yang dapat mendatangkan kursi Ratu Bilqis ke istana Sulaiman. Pemindahan kursi Ratu Bilqis bukan dilakukan oleh jin, tapi oleh seorang Patih Nabi Sulaiman.
Berikut Do’a ‘Ashif (Patih Nabi Sulaiman) ketika memindahlan kursi Ratu Bilqis: “Ya Allah, saya mohon kepada-Mu dengan haqnya bismillaahir rahmaanir rahiim. Tundukkan serta kumpulkan semua makhluk pada diriku dalam rasa kasih sayang serta ikatan batin. Dan kabulkanlah semua permohonan kami serta pertolongan-Mu, ya Allah. Bukakanlah rasa kasih sayang-Mu, ya, Allah seperti Engkau memudahkan semua makhluk yang selalu taat serta kasih sayang kepada Nabi Muhammad SAW.” YA