Presiden Prancis Emannuel Macron menunjuk Gabriel Attal (34) sebagai perdana menteri (PM) baru negara itu, Selasa (9/1/2024).
Attal yang sebelumnya merupakan menteri pendidikan menjadi orang termuda yang menduduki jabatan tertinggi kedua di negeri itu.
Hal ini menyusul pengunduran diri Elisabeth Borne (62) dan anggota pemerintahannya Senin malam. Borne sendiri sudah menjabat dua tahun.
Perombakan ini dilakukan menjelang Olimpiade Paris Juli-Agustus. Prancis juga akan melakukan pemilihan parlemen, di mana Macron berisiko kalah di tangan oposisi sayap kanan yang dipimpin Marine Le Pen.
Perombakan kabinet yang lebih luas pun, diperkirakan akan terjadi minggu ini. Macron disebut tengah berupaya mempertajam timnya untuk tiga tahun terakhir masa kepresidenannya.
“Presiden republik menunjuk Gabriel Attal sebagai perdana menteri, dan menugaskannya untuk membentuk pemerintahan,” bunyi pernyataan presiden, dikutip AFP.
“Saya tahu saya dapat mengandalkan energi dan komitmen Anda,” kata Macron berharap ke Attal.
Macron sendiri kembali menjadi Presiden Prancis untuk periode kedua setelah memenangkan pemilu tahun 2022. Namun dalam kepemimpinannya, Macron telah menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari reformasi pensiun yang tidak populer, hilangnya mayoritas dalam pemilihan parlemen, dan kontroversi mengenai undang-undang imigrasi.
Macron tidak dapat mencalonkan diri lagi pada pemilihan presiden tahun 2027. Para menterinya secara terbuka menyuarakan kekhawatiran bahwa Le Pen memiliki peluang memenangkan kursi kepresidenan.
Attal yang diyakini menjadi sosok penggantinya akan bersaing ketat menjelang pemilu Eropa dengan “bintang politik Prancis” lainnya yang sedang naik daun, Jordan Bardella. Ia baru berusia 28 tahun dan kini menjadi pemimpin partai sayap kanan RN.
Di Perancis, PM memimpin pemerintahan dan diangkat oleh presiden meski tidak dapat langsung diberhentikan oleh pemimpin eksekutif itu. Di bawah sistem Prancis, presiden menetapkan kebijakan umum dan PM bertanggung jawab atas pengelolaan pemerintahan sehari-hari, sering kali “menanggung akibatnya” ketika suatu pemerintahan mengalami turbulensi.
Seorang Gay-Pencetus Larangan Abaya
Attal dikenal warga Prancis saat Covid-19 di mana ia menjadi juru bicara pemerintah. Ia menjadi salah satu politisi paling populer di negara itu dalam jajak pendapat baru-baru ini.
Dirinya bahkan menyaingi calon presiden Edouard Philippe sebagai politisi paling populer di Prancis menurut jajak pendapat IPSOS pada bulan Desember. Dia terkenal sebagai menteri yang cerdas, mudah tampil di acara radio dan juga di parlemen.
Dikutip sejumlah media, ia pun secara terbuka menyatakan diri sebagai gay. Ini dikatakannya tak lama setelah bergabung dengan pemerintah di 2018.
“Gabriel Attal secara terbuka menyatakan diri sebagai gay tak lama setelah bergabung dengan pemerintahan pada tahun 2018 dan mengumumkan hubungannya dengan … Stéphane Séjourné,” tulis Politico.
“Kedua pemimpin politik tersebut sudah tidak lagi dekat tetapi tidak pernah secara terbuka mengkonfirmasi perpisahan mereka,” tambah media AS itu.
Ketika terpilih sebagai menteri pendidikan, Attal mengumumkan larangan pemakaian abaya di ruang kelas. Menurutnya pakaian yang sebagian besar dikenakan oleh umat Islam itu menguji sekularisme di sekolah negeri itu.
Ia aktif mengurangi permasalahan perundungan di sekolah. Di mana ia mengaku ke TV national, pernah mengalami bully saat menempuh pendidikan di sekolah swasta bergengsi di Paris, l’Ecole Alsacienne, termasuk pelecehan homofobik.
Diketahui, ayah Attal, Yves, adalah keturunan Yahudi Tunisia yang bermigrasi di Perang Dunia II. Dalam profil Le Monde, ia dibesarkan sebagai seorang Kristen Ortodoks oleh ibunya yang berasal dari Rusia.
Source : CNBC Indonesia