Ramai-ramai media asing kini menyoroti langkah Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo melawan hasil sementara pemilu presiden (pilpres) RI.
Keduanya disebut mengindikasikan telah terjadi kecurangan pada pemilu, yang mempengaruhi hasilnya saat ini, di mana Prabowo Subianto unggul baik secara perhitungan cepat (quick count) maupun perhitungan nyata (real count) KPU.
“Dua kandidat yang gagal dalam pemilihan presiden Indonesia pekan lalu telah mendesak parlemen untuk menyelidiki keluhan-keluhan mengenai ketidakberesan menjelang pemilu tersebut,” muat media Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), dalam artikel “Indonesia election 2024: Anies, Ganjar call for probe after Prabowo’s win, ‘parliament should hold a hearing'”, dikutip Jumat (23/2/2024).
“Seruan tersebut muncul meskipun ada komentar dari pengamat independen bahwa tidak ada tanda-tanda kecurangan sistematis dalam pemilu satu hari terbesar di dunia ini, selain dari masalah-masalah seperti daftar pemilih yang sudah ketinggalan zaman atau penundaan pemungutan suara,” tambahnya.
Meski demikian, SCMP menyebut, belum ada bukti yang diberikan keduanya. Tapi desakan untuk penyelidikan kencang disuarakan.
“Tanpa memberikan bukti, kedua kubu yang kalah mengeluhkan intimidasi pemilih, manipulasi lembaga negara, dan penyalahgunaan sumber daya negara, seperti dana kesejahteraan, selama masa kampanye untuk mempengaruhi hasil pemilu,” muat media itu lagi.
“Hal seperti ini harus diselidiki… Paling tidak, parlemen harus mengadakan sidang,” kutip SCMP memuat pernyataan Ganjar.
“Anies, mantan gubernur ibu kota Jakarta, mengatakan pada hari Selasa bahwa kubunya siap untuk berpartisipasi dalam penyelidikan parlemen yang memungkinkan anggota parlemen untuk menyelidiki tindakan pemerintah,” tambahnya menjelaskan sikap Anies.
Diketahui Reuters juga memuat artikel serupa. Media itu menulis ‘Defeated Indonesian election candidates call for parliamentary probe’.
“Seruan tersebut muncul meskipun ada komentar dari pengamat independen bahwa tidak ada tanda-tanda kecurangan sistematis dalam pemilu satu hari terbesar di dunia ini, selain dari masalah-masalah seperti daftar pemilih yang sudah ketinggalan zaman atau penundaan pemungutan suara,” tulisnya.
Disebutkan bagaimana Anies dan Ganjar memperoleh suara tak sebesar Prabowo. Di mana Anies 25% sedangkan Ganjar 17%.
Reuters pun memasukkan pengamat lokal Arya Fernandes dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional Indonesia (CSIS). Ia menyebut penyelidikan akan sulit dilakukan karena memerlukan dukungan dari anggota parlemen.
“Bahkan jika penyelidikan tersebut disetujui, hasil pemilu tidak akan dapat membatalkan hasil pemilu,” tambahnya, namun hal terseut dapat menjadi upaya untuk menekan pemerintahan baru.
Hal sama juga dimuat The Diplomat. Media itu menulis artikel “Indonesian Presidential Contenders Call for Parliamentary Probe Into Election”.
“Kedua calon presiden Indonesia yang kalah telah menyerukan penyelidikan formal terhadap pelaksanaan pemilu minggu lalu, yang dimenangkan secara gemilang oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto,” katanya.
“Minggu ini, baik Ganjar Pranowo maupun Anies Baswedan telah menyatakan keprihatinannya bahwa pemilu 14 Februari dirusak oleh banyak penyimpangan, termasuk jual beli suara dan intimidasi,” tambahnya lagi.
“Meskipun hasil resmi belum akan diumumkan sampai bulan depan, penghitungan tidak resmi menunjukkan bahwa Prabowo, mantan jenderal era Orde Baru, memenangkan pemilu dalam satu putaran pemungutan suara, dengan perolehan sekitar 58% suara. Anies dan Ganjar diperkirakan mendapat masing-masing 25% dan 17%,” jelas media itu lagi.
Sebenarnya dijelaskan pula bagaimana jajak pendapat pra pemilu menempatkan Prabowo jauh lebih unggul dibandingkan kedua pesaingnya. Namun, sebut media tersebut tim kampanye Anies dan Ganjar sama-sama ingin maju ke putaran kedua pada bulan Juni yang mungkin memberi waktu bagi salah satu dari mereka untuk memberi “tantangan yang kredibel”.
“Agar penyelidikan bisa berjalan, Anies dan Ganjar membutuhkan dukungan lebih dari separuh dari 580 anggota DPR di DPR. Hal ini tampaknya masih dapat dicapai, mengingat PDI-P dan tiga partai dalam koalisi Perubahan Anies memiliki total 295 kursi,” muatnya lagi.
“Tantangan seperti ini biasa terjadi setelah pemilu di Indonesia, mungkin karena adanya jarak yang panjang antara pemilu di Indonesia dan pelantikan presiden terpilih. (Prabowo baru akan dilantik pada bulan Oktober),” jelas The Diplomat lagi.
“Setelah kalah dari Jokowi pada tahun 2014 dan 2019, Prabowo pun sempat menggugat hasil pemilu tersebut di Mahkamah Konstitusi Indonesia, dengan alasan adanya kecurangan yang meluas. Kedua upaya tersebut gagal,” tambahnya.
Source : CNBC Indonesia