Program makan siang gratis kini menjadi topik hangat di Indonesia. Pasalnya pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, berencana menerapkan hal tersebut jika resmi menjadi pemimpin RI selanjutnya.
Jika ini terealisasi, Indonesia akan mengikuti jejak negara yang telah menjalankan program makan gratis. Salah satunya adalah India, Brasil, Estonia, Finlandia, Swedia, Amerika Serikat (AS), Inggris, hingga negara-negara di Afrika.
Makan siang gratis sebagai program pemerintah tak terbentuk begitu saja. Ada sosok pencetus utama sehingga program banyak yang mengikuti. Pencetusnya adalah Joseph Chesterfield Mackin pada berabad-abad lalu.
Mackin adalah pemilik tempat bar atau klub minuman alkohol di Amerika Serikat. Pada 1871, Mackin membuat gagasan itu bukan karena kelebihan uang atau dermawan, tetapi sebagai upaya agar minuman keras, hidangan utama di barnya, bisa laku terjual.
Gagasan ini diluncurkan agar orang-orang mau membeli minuman keras dengan iming-iming diberi makan siang gratis. Mackin percaya, cara ini bisa membuat usahanya cuan karena sebelumnya selalu rugi.
Sebagaimana dipaparkan ‘The Saloon: Public Drinking in Chicago and Boston, 1880-1920’ (1983), Mackin berupaya memberi makan siang gratis, yakni tiram panas, kepada setiap pengunjung yang membeli satu minuman keras. Terkadang, tak cuma tiram saja, tetapi juga potongan daging, telur rebus dan keju.
Tak disangka, cara ini kemudian membuat penjualan minuman keras meningkat sehingga Mackin bisa untung. Langkah ini lantas diadopsi oleh banyak bar-bar lain.
Mengutip arsip New York Times, sekitar tahun 1870-an mulai banyak bar menyediakan makan siang gratis kepada pengunjung. Jadi untuk bisa mencicipi makan siang gratis, para pengunjung harus membeli minuman keras terlebih dahulu.
Menariknya, minuman keras ini bukan hanya untuk melepaskan dahaga. Tetapi juga sebagai penawar atas rasa makanan yang kurang enak.
Dalam ‘Drinking in America: A History’ (1982) dijelaskan, biasanya pemilik bar dengan sengaja menyajikan makanan gratis tersebut dengan kurang garam. Tujuannya agar pengunjung bisa menebus kekurangan yang ada dengan membeli minuman keras lebih banyak.
Tentu saja, semua ini menambah pundi-pundi pemilik bar, tetapi di sisi lain para masyarakat bisa kenyang.
Menimbulkan Masalah Tetapi Jadi Program Jangka Panjang
Meski begitu, strategi makan siang gratis menimbulkan polemik. Pada 1874, ada kelompok menyebut program ini sama saja membuka pintu kematian. Sebab, orang-orang jadi lebih sering mengonsumsi minuman keras yang berbahaya bagi kesehatan.
Selain itu, program ini juga membuat jumlah pengangguran dan tunawisma di banyak kota meningkat. Alhasil, pada akhir abad ke-19, mulai banyak kota yang melarang program makan siang gratis di bar.
Meski ada pelarangan di bar, program makan siang gratis berupaya diadopsi di sekolah-sekolah. Dari sanalah hingga kini, program itu terus menerus dilakukan di AS.
Mengutip Time, Philadelphia dan Boston menjadi dua kota pertama di AS yang menerapkan makan siang gratis di sekolah sejak penghujung abad ke-19. Penggagasnya adalah NGO, Women’s Educational and Industrial Union dan the Starr Center Association.
Sejak diterapkan, makan siang gratis berdampak positif. Time menyebut program ini tak hanya terbukti berdampak pada pertumbuhan anak, tetapi juga sukses mengajarkan anak kebiasaan makan yang sehat dan bijak.
Atas dasar inilah, seiring mulai diterapkan wajib belajar, program makan siang gratis meluas usai pemerintah AS memegang kendali penuh operasional. Terlebih, usai disahkan lebih lanjut di National School Lunch Act 1946.
Lewat aturan tersebut, program makan siang gratis terus berlanjut sampai sekarang.
Source : CNBC Indonesia