Kefasihan membaca Al-Qur’an masyarakat Indonesia masa kini barangkali tak terlepas dari peran penting K.H As’ad Humam.

Dia adalah seorang guru ngaji asal Yogyakarta yang membantu jutaan orang Indonesia dan luar negeri fasih membaca Al-Qur’an.

Banyak orang tidak mengetahui siapa sosok As’ad Humam, tetapi jika melihat karyanya dapat dipastikan bakal tak menyangka. Sebab, As’ad Humam tak lain adalah pencipta metode cara cepat belajar Al-Qur’an, yakni Iqro, yang fotonya terpampang jelas di cover belakang buku Iqro.

Mitsuo Nakamura dalam The Crescent Arises Over the Banyan Tree (2012) menjelaskan, K.H As’ad Humam lahir di Yogyakarta pada 1933. Dia adalah generasi kedua keluarga Muhammadiyah, yakni H. Humam Sirajd, pengusaha sukses di Selokraman.

As’ad menempuh pendidikan rendah hingga tinggi di sekolah Muhammadiyah. Namun, pada tahun 1963 nasibnya mengalami perubahan. Insiden jatuh dari pohon di usia 18 tahun membuat tulang belakang As’ad terkena pengapuran. Dokter memvonis As’ad cacat seumur hidup: berjalan pincang dan lehernya tak bisa bergerak, sehingga harus berjalan pakai tongkat.

Alhasil, dia pun tak bisa lagi bersekolah dan beralih menjadi guru ngaji. Selama jadi guru ngaji, dia dikenal sebagai sosok yang bisa mengajarkan murid baca Al-Quran secara cepat. Jika menggunakan metode konvensional atau Badghadiyah, seseorang membutuhkan 2-3 tahun untuk bisa baca Al-Qur’an.

Namun, lewat metode yang diperkenalkan As’ad, seseorang bisa fasih membaca Al-Qur’an hanya dalam hitungan bulan. Rupanya, dia mengajarkan orang mengaji berdasarkan kata per kata, dari yang paling mudah hingga tersulit. Awalnya, murid diberi kata “ba-ta”, “a-ba-ta”,”ja-ja”, dan sebagainya hingga ke kalimat panjang.

Lewat cara itu, pembelajaran membaca Al-Qur’an bisa lebih sederhana dan dimengerti oleh murid yang mayoritas anak-anak. Metode inilah kelak disebut sebagai Iqro yang baru diperkenalkan As’ad secara luas pada 1983.

Dalam laporan Gatra (1996), Iqro pertama diujicobakan kepada anak-anak yang ada di bawah asuhan tim tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla (AMM) Yogyakarta.

Metode ini perlahan tumbuh subur dalam TKA/TPA (Taman Kanak-Kanak Al-Quran/Taman Pendidikan Al-Quran) yang dibentuk AMM tahun 1988. Dalam ujicoba diketahui murid-murid bisa lebih cepat membaca Al-Qur’an.

Keberhasilan ini membuat pemerintah melihat metode Iqro sebagai cara terbaik memberantas buta aksara Al-Qur’an. Sejak itulah, penggunaan metode Iqro semakin meluas. Apalagi, usai pemerintah menyebarluaskan metode Iqro dengan mengirim rekaman dan buku ke seluruh Indonesia.

Popularitas Iqro juga terjadi di luar negeri. Muslim Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam mulai menggunakan Iqro sebagai cara belajar Al-Qur’an. Jutaan buku Iqro pun sudah dicetak oleh penerbit.

“Sejak itu buku teks tersebut mempunyai hak cipta, penjualannya secara nasional dan internasional telah membuahkan hasil pemasukan yang cukup besar bagi Tim Tadarus AMM,” tulis Mitsuo.

Menariknya, hasil keuntungan penjualan buku tersebut tak masuk ke kantong As’ad pribadi, melainkan mengalir untuk kepentingan umat. Uang hasil penjualan buku diketahui dialihkan untuk membangun pusat pengajian dan sarana keagamaan lain.

Sayang, As’ad tak bisa melihat kejayaan karyanya dengan lama. Pada Februari 1996, dia meninggal dunia. Saat mengantar As’ad Humam ke peristirahatan terakhir, Menteri Agama Tarmizi Taher menyebut As’ad adalah pahlawan penyelamat Al-Qur’an karena telah menyelamatkan masyarakat dari kebutaan terhadap kitab suci umat Islam itu.

Ungkapan ini memang tidak berlebihan. Pasalnya, metode Iqro masih jadi cara terbaik mengajarkan orang membaca Al-Qur’an sampai sekarang.

Source : CNBC Indonesia