Rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang Garuda dibuka melemah 0,06% di angka Rp15.860 per dolar AS pada penutupan perdagangan hari ini Kamis (28/3/2024).
Pelemahan rupiah ini membuat publik bertanya: Apakah rupiah bisa menembus level Rp 16.000 per dolar AS ?
Head Equity Research Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro mengungkapkan nilai tukar rupiah telah menembus “garis batas BI” sebesar Rp 15.800.
Namun yang lebih penting untuk dicatat adalah kinerja rupiah berada di bawah mata uang emerging market MSCI selama sembilan bulan berturut-turut sejak Mei tahun lalu.
“Kami memperkirakan intervensi valas besar-besaran lainnya mungkin akan dilakukan pada periode yang akan menjadi periode lemah musiman bagi rupiah ke depan,” ujarnya dalam laporan hari ini, Kamis (28/3/2024).
Dengan kondisi ini, Satria melihat BI tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.
“Kenaikan suku bunga terakhir pada bulan Oktober terjadi setelah 6 bulan intervensi valuta asing, karena BI beralih ke instrumen suku bunga hanya setelah cadangan devisanya terkuras sebesar US$ 12 miliar,” kata Satria.
Hal ini karena BI terikat oleh pedoman dovish. Dia menilai BI menghadapi perjuangan berat untuk mempertahankan rupiah karena BI akan memiliki lebih sedikit fleksibilitas dan kredibilitas ketika ingin memukul spekulator FX.
Ada sejumlah risiko yang membuat tekanan rupiah semakin melemah, mulai dari ekternal maupun internal.
Dari eksternal, pernyataan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang cenderung mengarah ke dovish dinilai pasar masih belum cukup jelas. Ketidakpastian masih ada di tengah inflasi AS yang cukup panas dan pasar tenaga kerja yang ketat.
Pelaku pasar juga kini tengah menanti pada data klaim pengangguran AS periode 23 Maret 2024 yang akan rilis malam nanti pukul 19.00 WIB.
Melansir Trading Economics, konsensus memperkirakan tingkat klaim pengangguran akan mencapai 215 ribu, lebih tinggi dibanding pekan sebelumnya yang hanya mencapai 210 ribu.
Geopolitik yang datang dari Eropa timur juga masih relatif bergejolak. Di dalam negeri, repatriasi dividen serta prioritas aset alokasi untuk persiapan lebaran akan membuat aliran dana keluar semakin deras.
Source : CNBC Indonesia