Aplikasi pesan singkat Telegram digadang-gadang akan mencatat milestone baru dalam waktu dekat.
Pesaing kuat WhatsApp itu mengklaim akan segera menghimpun 1 miliar pengguna aktif bulanan.
Untuk perbandingan, WhatsApp memiliki lebih dari 2 miliar pengguna aktif bulanan hingga akhir 2023 lalu.
Telegram merupakan perusahaan berbasis Dubai yang didirikan pengusaha asal Rusia, Pavel Durov.
Pada 2014 lalu, Durov meninggalkan Rusia lantaran menolak tuntutan untuk memblokir suara komunitas oposisi di platform media sosial VK miliknya kala itu.
Ia lalu menjual VK dan mendirikan Telegram. “Pengguna aktif bulanan kami akan tembus 1 miliar pada tahun ini,” kata Durov, dikutip dari Reuters, Kamis (18/4/2024).
“Telegram telah menyebar luas seperti kebakaran hutan,” ia menambahkan.
Lebih lanjut, Purov mengatakan dirinya telah menerima tekanan dari beberapa negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu.
Namun, ia menegaskan Telegram yang kini memiliki 900 juta pengguna aktif akan terus menjadi platform netral yang tak terlibat dalam konflik geopolitik.
Hal ini juga yang menjadi daya tarik platform tersebut untuk digunakan lebih banyak orang di seluruh dunia.
Laporan Financial Times pada Maret lalu mengatakan Telegram bisa jadi akan melantai di bursa AS setelah perusahaan meraup keuntungan.
Telegram masuk dalam jajaran platform internet populer, bersanding dengan Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat.
Saat Rusia menginvasi Ukraina pada 2022 lalu, Telegram menjadi salah satu sumber informasi yang tak menyaring konten-konten di dalamnya.
Meski dinilai transparan, tetapi banyak juga konten bermuatan disinformasi yang tersebar di platform tersebut.
Durov menjamin sistem enkripsi pada Telegram akan membuat pertukaran informasi di dalamnya benar-benar terlindungi dan bebas intervensi pemerintah.
“Saya lebih baik bebas ketimbang tunduk pada perintah siapa pun,” ujarnya.
Menurut Pavel, ada berbagai cara yang dilancarkan pemerintah untuk mengelabui enkripsi Telegram. Salah satunya datang dari FBI.
Ia mengatakan FBI pernah mencoba merekrut engineer Telegram untuk membobol backdoor platformnya. FBI tak berkomentar soal tuduhan ini.
Namun, ia mengatakan tekanan untuk menjunjung kebebasan perbedapat dan berkekspresi sebenarnya tak hanya datang dari pemerintah. Tantangan itu justru lebih banyak datang dari rivalnya seperti Apple dan Alphabet.
“Dua platform tersebut benar-benar bisa menyensor apa saja yang Anda baca, serta mengakses semua yang ada di smartphone Anda,” kata dia.
Durov memilih berdomisili di Dubai karena menurutnya Uni Arab Emirat adalah negara netral yang ingin berteman dengan siapa saja dan tak berafiliasi dengan pemerintahan superpower. Ia merasa aman menjalankan perusahaan netral di negara tersebut.
Source : CNBC Indonesia