Israel diduga menggunakan informasi dari WhatsApp untuk membunuh warga Palestina di Gaza. Hal ini dilakukan dengan mengandalkan sistem penargetan kecerdasan buatan (AI) mereka.
Awal bulan ini, sejumlah laporan, termasuk majalah Israel-Palestina +972 Magazine dan outlet berbahasa Ibrani Local Call, menerbitkan laporan dari jurnalis Yuval Abraham soal penggunaan sistem AI bernama ‘Lavender’ oleh tentara Israel.
AI ini diklaim mampu memproses data 37 ribu warga Palestina di Gaza hingga mengidentifikasi mereka yang terkait dengan Hamas atau Jihad Islam Palestina.
Pengungkapan ini, melansir Arab News, didukung oleh enam petugas intelijen Israel yang terlibat dalam proyek tersebut.
Sistem ini dituding memiliki tingkat korban sipil yang tinggi yang disengaja, dengan sumber-sumber militer dan intelijen Israel yang mengakui bahwa mereka menyerang target bahkan ketika mereka berada di rumah bersama seluruh keluarga mereka.
Menurut salah satu sumber, pasukan pendudukan bahkan “mengebom rumah-rumah tanpa ragu, sebagai pilihan pertama. Jauh lebih mudah mengebom rumah sebuah keluarga. Sistem dibangun untuk mencari mereka dalam situasi seperti ini”.
Insinyur perangkat lunak dan blogger Paul Biggar mengungkap satu detail penting dalam metode yang digunakan oleh sistem Lavender yang sering kali diabaikan adalah keterlibatan platform perpesanan, WhatsApp, milik raksasa teknologi Meta.
Faktor penentu utama dari identifikasi sistem ini adalah apakah seseorang berada dalam grup WhatsApp yang berisi target lainnya.
Selain ketidakakuratan metode dan pertanyaan moral dalam menargetkan warga Palestina berdasarkan grup WhatsApp atau koneksi media sosial, kata Biggar, kekhawatiran juga muncul karena WhatsApp berbasis privasi dan menjamin enkripsi end-to-end untuk pesan mereka.
Biggar menyebut Meta secara langsung melanggar hukum kemanusiaan internasional, serta komitmen publiknya terhadap hak asasi manusia jika memang benar mereka terlibat dalam penargetan ini.
Meta sendiri telah lama dikritik karena mengambil langkah-langkah signifikan untuk membungkam perbedaan pendapat yang menentang narasi-narasi Israel dan Zionis.
Langkah-langkah tersebut termasuk mengizinkan iklan yang mempromosikan holocaust terhadap warga Palestina dan bahkan mencoba menandai kata ‘Zionis’ sebagai ujaran kebencian.
Dikutip dari Middle East Monitor, juru bicara WhatsApp merespons isu tersebut dengan mempertanyakan kebenaran informasi yang beredar. Ia juga mengatakan pihaknya tidak memberi informasi terhadap pemerintah negara mana pun.
“Kami tidak memiliki informasi bahwa laporan ini akurat. WhatsApp tidak memiliki backdoor dan kami tidak memberikan informasi besar-besaran kepada pemerintah mana pun. Selama lebih dari satu dekade, Meta telah memberikan laporan transparansi yang konsisten dan itu termasuk dalam situasi terbatas ketika informasi WhatsApp diminta,” katanya.
“Prinsip kami sangat tegas – kami dengan hati-hati meninjau, memvalidasi, dan menanggapi permintaan penegak hukum berdasarkan hukum yang berlaku dan konsisten dengan standar yang diakui secara internasional, termasuk hak asasi manusia.
Juru bicara Meta juga menggarisbawahi soal enkripsi end-to-end percakapan penggunanya.
“Laporan kami berikutnya akan hadir bulan depan, tepat waktu. Kami setuju bahwa ada lebih banyak hal yang berkaitan dengan privasi daripada enkripsi end-to-end,” tandas dia.
Source : CNN Indonesia