Rupiah terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah anggapan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,11% year on year/yoy masih belum maksimal.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,12% di angka Rp16.040/US$ pada hari ini Selasa (7/5/2024).
Posisi ini berbanding terbalik dengan penguatan yang terjadi tiga hari beruntun sejak 2 Mei 2024.
Sementara DXY pada pukul 14:56 WIB naik ke angka 105,15 atau menguat 0,1%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan kemarin, Senin (6/5/2024) yang berada di angka 105,05.
Pasca BPS merilis data pertumbuhan ekonomi yang berada di atas ekspektasi pasar, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun 2024 sebesar 5,11% yoy ternyata belum maksimal. Mesin pertumbuhan ekonomi diyakini masih bisa menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi.
Ajib Hamdani, Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, mengatakan pertumbuhan 5,11% belum maksimal karena pada rentang masa ini, terjadi fluktuasi inflasi yang memberikan tekanan terhadap daya beli masyarakat.
Selanjutnya, dia menilai dibutuhkan insentif moneter, insentif fiskal, maupun regulasi yang pro dengan pertumbuhan dan pro dengan pemerataan.
Dalam konteks moneter, tingkat suku bunga acuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) sebesar 6,25% cenderung tidak ideal dan memerlukan penyesuaian.
“Tingkat suku bunga tinggi akan mengurangi likuiditas di sistem perekonomian dan juga mendorong cost push inflation,” tegas Ajib.
Di sisi lain, saat ini pemerintah tengah menyiapkan insentif fasilitas pajak Devisa Hasil Ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) melalui revisi peraturan pemerintah DHE SDA No. 36 Tahun 2023.
Chief Economist BSI, Banjaran Surya Indrastomo memandang positif upaya pemerintah memperluas insentif pajak DHE.
Langkah ini penting untuk mendorong realisasi term deposit valas DHE yang turun pada awal 2024 ke angka US$1,9 Miliar sehingga diharapkan bisa meningkatkan likuiditas valas yang penting bagi stabilisasi rupiah.
Namun demikian, saat ini pasar memandang penting upaya mendorong pendalaman pasar keuangan dengan memanfaatkan momentum yang ada untuk menarik likuiditas dan memarkirkan valas ke dalam negeri.
Source : CNBC Indonesia