Jumlah orang yang memiliki persoalan psikologis di China mengalami peningkatan.
Hal ini terbukti saat negara itu masih berupaya untuk mengembalikan posisi perekonomian ke masa sebelum pandemi Covid-19.
Dilansir Channel News Asia (CNA) dan South China Morning Post (SCMP), seorang pemilik bisnis konsultasi mental, Huang Jing, mengatakan bisnisnya terus melesat.
Huang, yang terus berekspansi di wilayah Delta Sungai Yangtze, mengungkapkan bahwa jumlah orang yang bermasalah secara mental paling banyak ditemukan dalam masyarakat kelas menengah.
“Masyarakat pasti bertanya-tanya mengapa perekonomian China terhenti,” katanya dikutip Selasa (7/5/2024)
“Kami telah melihat perubahan besar di pasar properti, kekecewaan di kalangan generasi muda, dan, khususnya, segunung tekanan dari para orang tua: Untuk menghasilkan uang, menghemat uang, (standar) pendidikan yang kaku, dan pandangan yang suram terhadap masa depan anak-anak mereka,” jelasnya.
Sebenarnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 54 juta orang di China menderita depresi dan 41 juta menderita gangguan kecemasan. Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas kesehatan juga telah melakukan upaya untuk mengatasi masalah ini.
Ini juga ternyata diikuti pertumbuhan badan konseling psikologis di perusahaan-perusahaan China. Surat kabar milik pemerintah, Legal Daily, melaporkan lebih dari 160.000 entitas di China memiliki profil bisnis yang mencakup konseling psikologis pada akhir tahun lalu.
Pakar dan pakar industri konseling mengatakan bahwa dua tahun ke depan mungkin merupakan periode puncak kecemasan di kalangan keluarga China.
Ini didorong oleh pesimisme yang belum pernah terlihat sebelumnya mengenai karir dan pendapatan di tengah perekonomian yang sulit.
Seorang warga bernama Lu Fang mengalami stres karena takut di-PHK dan menderita kerugian investasi. Hal yang lebih parah lagi terhadap kesehatan mentalnya adalah uang sebesar US$ 300.000 (Rp 4,1 miliar) yang ia tabung untuk menghidupi putrinya sepertinya tidak cukup untuk membawa anak itu kuliah dari Amerika atau Eropa.
Kekhawatiran itu hampir menghancurkannya dan cukup memotivasi dia untuk mencari bantuan profesional pada bulan Februari. Dia membeli paket delapan sesi tatap muka satu jam dengan harga masing-masing 850 yuan (Rp 1,9 juta).
“Saya mulai menerima konseling psikologis seminggu sekali. Itu sepadan dengan uang yang dikeluarkan. Meskipun sulit untuk mengatakan betapa bermanfaatnya hal itu pada akhirnya, saya merasa lega,” pungkasnya.
“Saya akan merekomendasikan konseling kepada teman-teman saya, meski biayanya cukup mahal. Ini dapat membantu mengubah cara pandang terhadap masalah pribadi. Banyak hal telah berubah terlalu cepat, yang menyebabkan hilangnya upaya keluarga selama bertahun-tahun dan perubahan dramatis dalam rencana mereka,” jelasnya lagi.
Ketakutan juga timbul dari ketatnya persaingan antar warga untuk bekerja dan mendapatkan sesuatu yang layak. ini kemudian membuat warga yang kebanyakan generasi muda tertekan secara mental
“China telah berkembang begitu pesat selama 40 tahun terakhir, yang mengakibatkan perubahan dramatis dalam gaya hidup namun juga meningkatnya kecemasan,” kata seorang penulis novel psikologis dari provinsi Hubei, Shen Jiake.
“Hal ini termasuk benturan antara gaya hidup Barat dan nilai-nilai keluarga tradisional China, timbulnya epidemi secara tiba-tiba dan ketidakpastian ekonomi, serta meningkatnya rasa cemas di kalangan generasi muda,” ujarnya.
Lebih lanjut, Shen mengharapkan pertumbuhan yang signifikan dalam layanan konseling psikologis di masa depan. Apalagi semakin banyak individu yang terbuka untuk mencari bantuan profesional.
“Bersamaan dengan peningkatan penggunaan internet, China sudah menjadi basis konsumen layanan online terbesar di dunia, industri konseling menambahkan fungsi jarak jauh untuk mempercepat perkembangannya di era digital,” katanya lagi.
Source : CNBC Indonesia