Perusahaan raksasa India, Adani Group, terjerat skandal penipuan baru di India. Perusahaan milik Gautam Adani tersebut dituduh melakukan manipulasi harga dan kualitas batu bara asal Indonesia yang dijual kepada PLTU milik perusahaan listrik negara India.
Sejumlah bukti baru muncul ke permukaan dan menunjukkan tanda-tanda bahwa penipuan batu bara yang dilakukan Adani sudah berlangsung lama.
Mengutip laporan The Financial Times (FT), Lembaga watchdog Proyek Pelaporan Kejahatan dan Korupsi Terorganisir (OCCRP) berpendapat bahwa Adani mungkin melakukan penipuan dan memperoleh keuntungan besar dengan mengorbankan kualitas udara, karena menggunakan batu bara kualitas rendah untuk PLTU kadar tinggi.
Skandal tersebut ikut menyeret perusahaan asal Indonesia, karena batu bara yang dimanipulasi tersebut berasal dari operasi grup pertambangan Indonesia PT Jhonlin di Kalimantan Selatan, tempat kapal dimuat. PT Jhonlin sendiri merupakan perusahaan milik konglomerat Andi Syamsuddin Arsyad atau yang lebih dikenal sebagai sosok Haji Isam.
Jhonlin diketahui menjual batu bara ke perusahaan trading Supreme Union Investors yang berbasis di British Virgin Islands hanya senilai US$ 28 per ton pada tahun 2014 silam.
Seminggu kemudian, Supreme Union Investors menagih Adani di Singapura untuk pengiriman tersebut dengan harga US$ 34 per ton, dengan menyatakan bahwa batubara tersebut mengandung 3.500 kalori per kg.
Pada tagihan Adani berikutnya ke Tangedco, entitas PLTU milik perusahaan listrik negara India, kualitas batu bara tersebut tiba-tiba melonjak menjadi 6.000 kalori – begitu pula harganya, menjadi US$ 92 per ton.
Tambang Batu Bara Adani di RI
Meski dalam skandal teranyar batu bara yang diperoleh Adani tahun 2014 lalu berasal dari operasi PT Jhonlin milik Haji Isam, ternyata Adani diketahui ikut mengeruk batu bara di Indonesia.
Ekspansi Grup Adani hingga ke RI salah satunya disebabkan oleh impor batu bara termal India nyaris secara terus menerus mencetak rekor didorong oleh tingginya permintaan energi murah dan memaksa pemerintah PM Narendra Modi menyerukan peningkatan pembelian batu bara untuk mengatasi kekurangan bahan bakar di pembangkit listrik domestik.
Ini menjadi kabar baik baik Gautam Adani dan gurita bisnis miliknya. Bersama-sama, anak perusahaan Adani secara keseluruhan menyumbang sekitar sepertiga impor batu bara India, yang mencerminkan dominasi grup yang bisnisnya mulai berekspansi ke infrastruktur negara.
Salah satu perusahaan yang menjadi tulang punggung utama impor batu bara Adani adalah anak usaha perusahaan yang memiliki tambang batu bara di Indonesia.
PT Adani Global merupakan anak usaha Adani Enterprise yang fokus di bidang tambang, logistik dan perdagangan batu bara. Situs resmi perusahaan menyebut bahwa Adani memperoleh izin usaha pertambangan (IUP) produksi pada tahun 2007.
Proyek di Indonesia ini merupakan proyek luar negeri pertama Grup Adani dalam penambangan dan operasi batu bara. Perusahaan menyebut keputusan menambang di Indonesia sejalan dengan tekad jangka panjang Adani untuk mengatasi permasalahan permintaan tinggi batu bara di India yang kekurangan energi.
Penambangan batu bara Adani dilakukan lewat PT Lamindo Inter Multikon di pulau kecil yang terletak di Kalimantan Utara yang bernama Pulau Bunyu. Data Modi dan Geoportal Minerba menyebut bahwa Lamindo memiliki IUP aktif hingga 2037 atas lahan seluas 2.414 hektar atau mencapai 12% dari total besar pulau Bunyu.
Perusahaan disebut telah membangun terminal batubara untuk melayani operasi penambangannya. Kapasitas saat ini 2500 ton per jam dan akan ditingkatkan menjadi 5000 ton per jam.
Meski konsesi di pulau kecil tersebut disebut memiliki daya rusak yang kian meluas, oleh jaringan advokasi tambang, Lamindo menyebut bahwa perusahaan melakukan program pelestarian lingkungan secara berkala, walaupun masih sebatas pembersihan pantai dan penyediaan air bersih.
Lamindo juga menyebut bahwa hadirnya perusahaan di Pulau Bunyu memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi setempat dan mengklaim menjadi pemberi kerja terbesar di pulau tersebut dengan serapan karyawan lebih dari 1.500 orang.
Masifnya aktivitas penambangan di konsesi yang memiliki sumber daya 269 juta ton membuat perusahaan menjadi eksportir terbesar batu bara GAR 3.000 Kcal. Data paling baru yang tersedia menyebut perusahaan memproduksi 4 juta ton batu bara pada 2017-2018 dan menargetkan produksi 5,5 juta ton pada 2018-2019.
Source : CNBC Indonesia