Kabar mengejutkan muncul dari keluarga mendiang Gogon (Magono), pelawak legendaris Indonesia yang tutup usia pada 2018.

Keluarga Gogon kini terpaksa menjual rumah mewah senilai Rp 3,5 miliar yang diwariskan oleh Gogon, lantaran utang rentenir.

Menurut pernyataan Nova, putra Gogon, rumah tersebut sejatinya hendak dijadikan kos-kosan namun setelah melewati berbagai pertimbangan maka Gogon memutuskan untuk menyulap hunian itu menjadi hotel murah dengan tarif Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribuan per malam.

Saat Gogon mengurus SIUP dan hal lain terkait legalitas usaha, Gogon dipanggil Yang Maha Kuasa.

Kini, Nova masih berupaya untuk menjual rumah tersebut lantaran beratnya biaya perawatan rumah dan adanya beban utang yang diwariskan Gogon ke keluarganya.

Dia pun menawarkan ke beberapa rekan ayahnya, salah satunya adalah Cak Lontong, namun Cak Lontong mengatakan bahwa dirinya harus berunding dulu bersama istrinya terkait hal ini.

“Ada utang, utangnya juga itu sama rentenir kan ngeri,” ucap Nova dalam sebuah video di Inserthilite.

“Bunganya juga ngeri, melebihi bank lho. Pinjaman Rp 1 M, kalau itung-itungan udah 2 (Rp 2 miliar) lebih. Akhirnya kita ngomongin secara kekeluargaan (dengan rentenir), ‘masa namanya kayak gitu, kalau mau ke ranah hukum ya hukum. Namanya rentenir itu kan ‘nekak gulu,’ (mencekik leher), njeratlah bunganya. Ya udah mending dijual aja (rumahnya),” lanjut Nova.

Kabarnya, banyak pihak yang sudah menawar rumah Gogon namun pada akhirnya tak ada satupun yang menyepakati pembelian.

Utang memang diwariskan tapi apa kabar sama utang rentenir?
Sebagaimana sering dijelaskan bahwa utang merupakan produk janji yang harus ditepati. Ketika debitur wafat maka beban keuangan yang satu ini harus dilunasi oleh ahli warisnya.

Namun ketika ada seseorang yang bertindak layaknya bank dalam artian menghimpun dana masyarakat ke dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan dana tersebut layaknya kredit, hal tersebut sama saja dengan melanggar hukum.

Pasal 46 ayat (1) UU 10/1998, yang menyatakan:

Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar rupiah.

Source : CNBC Indonesia