Kondisi geopolitik di Eropa semakin memanas pasca serangan besar-besaran Rusia ke Ukraina.
Terbaru, salah satu tetangga Ukraina yang menjadi anggota pakta pertahanan NATO, Polandia, mengambil langkah untuk mempersiapkan tentaranya menghadapi konflik besar-besaran.
Dalam laporan Reuters, Kepala Staf Angkatan Darat Polandia, Jenderal Wieslaw Kukula, mengatakan Warsawa harus siap dalam menghadapi konflik skala penuh. Maka itu sejumlah pelatihan harus dan perlu untuk dilakukan.
“Hal ini memaksa kami untuk menemukan keseimbangan yang baik antara misi perbatasan dan menjaga intensitas pelatihan tentara,” katanya dikutip Kamis (11/7/2024).
Dalam forum yang sama, Wakil Menteri Pertahanan Pawel Bejda mengatakan mulai Agustus, jumlah pasukan yang menjaga perbatasan timur Polandia akan ditingkatkan menjadi 8.000 dari yang saat ini mencapai 6.000 personil.
“Pasukan itu juga akan memperoleh tambahan barisan belakang sebanyak 9.000 yang dapat ditingkatkan dalam waktu 48 jam,” tambahnya.
Hubungan Polandia dengan Rusia dan sekutunya Belarus telah memburuk tajam sejak Moskow mengirim puluhan ribu tentara ke negara tetangga Ukraina pada 24 Februari 2022. Sejumlah pihak menuding Moskow dapat menjadi ancaman bagi negara-negara Eropa.
Warsawa telah meningkatkan belanja pertahanan hingga lebih dari 4% dari output ekonominya tahun ini sebagai respons terhadap serangan Rusia ke Ukraina. Pada bulan Mei, Polandia mengumumkan program pertahanan “Perisai Timur”.
Program senilai 10 miliar zloty (Rp 40 triliun) ini dilakukan untuk meningkatkan pertahanan di sepanjang perbatasannya dengan Belarus dan Rusia. Polandia menargetkan program ini selesai pada 2028.
Jumlah personil angkatan bersenjata Polandia mencapai sekitar 190.000 personel pada akhir tahun lalu, termasuk pasukan darat, udara, angkatan laut, pasukan khusus dan pasukan pertahanan teritorial. Warsawa pun berencana menambah jumlah pasukannya menjadi 300.000 tentara dalam beberapa tahun.
Jenderal Kukula sendiri menyebut bahwa saat ini tingginya minat warga untuk bergabung dengan militer menimbulkan tantangan pendanaan yang besar. Pasalnya, ia memprediksi minat ini tidak akan begitu tinggi lagi pada 2027.
“Tingginya minat para kandidat untuk bergabung dengan tentara saat ini menimbulkan dilema mengenai apakah akan menerima lebih banyak rekrutan daripada yang dianggarkan dengan mengorbankan pengadaan peralatan militer,” tambahnya.
Source : CNBC Indonesia