Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa jumlah nyawa yang hilang akibat virus hepatitis semakin meningkat. Hal tersebut, menurut dia, adalah sebuah tantangan yang serius.

Kasus hepatitis adalah ancaman serius bagi masyarakat dunia. Sebab penanganan yang masih belum terselesaikan di mayoritas negara-negara di dunia, termasuk kawasan Asia Pasifik.

BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin, melaporkan kematian akibat hepatitis sebanyak 1,5 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya.

Meskipun sudah tersedia vaksin dan perawatan untuk para penderita hepatitis.

Di Indonesia, angka nasional hepatitis B per 2013 sebanyak 7,1 persen. Artinya, 18 juta penduduk Indonesia mengidap hepatitis B. Sementara, hepatitis C sebanyak satu persen atau 2,5 juta penduduk Indonesia mengidap penyakit ini.

Penyakit hepatitis, menurut BGS, sama seperti penyakit menular dan satu kelompok dengan TBC, Malaria, HIV, yang selama ini memang didorong dan didukung bukan hanya di Indonesia tetapi di dunia.

“Hepatitis ini menyebabkan kematian 1,5 juta setiap tahunnya di dunia atau 3.500-an per hari lebih tinggi dari TBC yakni 1,3 juta, HIV di angka 630 ribu, lebih tinggi dari Malaria yang 608 ribu. Kalau di dunia begitu, yang di Indonesia juga kira-kira harusnya sama,” kata BGS dalam acara Peringatan Hari Hepatitis Sedunia ke-15, Selasa (30/7/2024).

Melihat kondisi ini, BGS mengatakan bahwa pentingnya melakukan deteksi dini dan pengobatan hepatitis yang terintegrasi.

Tidak hanya itu, BGS juga menyoroti berbagai kendala krusial yang mengganjal di antaranya, sumber pendataan yang terbatas, akses pada alat deteksi yang belum merata, rendahnya kesadaran masyarakat dalam upaya deteksi dini, penyediaan vaksin, hingga obat-obatan.

“Nah, kelemahan kita di Indonesia nggak ada datanya. Datanya paling perkiraan, survei, padahal data-data seperti ini penyakit menular harusnya bukan harusnya benar-benar by name by address, karena ini benar-benar menular sama seperti Covid-19 dan TBC,” paparnya.

Source : CNBC Indonesia