Ancaman hilangnya ribuan pekerjaan akibat perkembangan teknologi digital dan kerusakan lingkungan semakin nyata.
Perlu kerja sama global untuk mencari solusi atas permasalahan yang muncul akibat disrupsi teknologi dan perubahan iklim ini.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty mengatakan perkembangan teknologi seperti pisau bermata dua.
Di satu sisi digitalisasi menawarkan banyak peluang seperti transisi ekonomi dan pertumbuhan produktivitas, hingga munculnya pekerjaan baru.
Selain itu, kata dia, perkembangan digitalisasi juga menawarkan keseimbangan kehidupan kerja yang lebih besar, bahkan gaji yang lebih tinggi. “Digitalisasi menawarkan banyak peluang,” kata Telisa dikutip Jumat (30/8/2024).
Meski demikian, Telisa menyebut perkembangan digitalisasi ini juga berpotensi memberikan dampak negatif.
Dampak negatif tersebut di antaranya terkait dengan turunnya pendapatan, penurunan kesejahteraan mental, penurunan tingkat pendapatan, bahkan hilangnya pekerjaan karena tergantikan Artificial Intelligence.
“AI bisa mengancam penghasilan masyarakat,” kata Telisa.
Telisa menuturkan sejumlah studi memperlihatkan dampak negatif perkembangan teknologi terhadap penyerapan tenaga kerja.
Menurut dia, meskipun jumlah investasi di Indonesia terus naik dari tahun ke tahun, namun jumlah tenaga kerja yang mampu diserap semakin menurun.
Mengutip data Kementerian Investasi, Telisa mengatakan pada 2012 jumlah investasi di Indonesia mencapai Rp 313,2 triliun dengan jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 1,28 juta orang. Dengan angka itu, berarti setiap Rp 1 triliun investasi dapat menyerap sekitar 4.086 orang.
Namun jumlah serapan tenaga kerja ini menurun drastis pada 2019. Pada tahun itu jumlah investasi di Indonesia meningkat menjadi Rp 809,6 triliun.
Akan tetapi jumlah tenaga kerja yang mampu diserap hanya 1,16 juta orang. Dengan demikian, artinya setiap Rp 1 triliun nilai investasi hanya mampu membuka 1.277 lapangan pekerjaan.
“Teknologi harus dapat membantu manusia, tapi jangan sampai menggantikan secara penuh eksistensi manusia, terlebih saat ini kita tengah menghadapi bonus demografi,” kata dia.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pernah membeberkan data yang lebih mengerikan terkait dengan ancaman AI terhadap pekerjaan manusia ini.
Kemenko Perekonomian memperkirakan akan ada 80 juta pekerjaan yang hilang oleh perkembangan teknologi digital secara global.
Ciri-ciri pekerjaan yang akan tergantikan oleh AI di antaranya bersifat rutin dan berulang. Beberapa profesi dengan karakteristik seperti itu antara lain, teller bank dan sopir.
Meski demikian, Kemenko Perekonomian mengatakan di saat yang bersamaan akan ada 67 juta lapangan pekerjaan baru yang muncul oleh perkembangan digital. Pekerjaan yang muncul ini kebanyakan berada di sektor teknologi dan pengembangan AI.
Setali tiga uang, perubahan iklim dan kerusakan lingkungan juga memiliki dampak yang signifikan terhadap kondisi bisnis dan pekerjaan di Indonesia dan global.
Sebagaimana diketahui, kemajuan ekonomi dan sosial sangat bertumpu pada lingkungan yang sehat. Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan telah merusak pondasi penting ini.
Oleh karenanya, transisi ke ekonomi yang rendah karbon dan hemat energi sangat perlu dilakukan.
Transisi ini meskipun berpotensi mengganggu, namun juga menghadirkan peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan.
Dengan adanya disrupsi pada pasar tenaga kerja akibat perkembangan teknologi dan perubahan iklim ini, pemerintah Indonesia menyatakan solusi jangka pendek dan panjang sangat diperlukan.
Namun, Indonesia tak bisa melakukan upaya tersebut sendirian. Disrupsi teknologi dan lingkungan yang menyebabkan pergeseran tenaga kerja dan meningkatkan potensi pengangguran terjadi di tingkat global dan mengancam seluruh pekerja di bumi, terkhusus di negara berkembang.
Oleh karena itu, tantangan terkait masa depan pekerjaan di dunia dan Indonesia masuk menjadi pembahasan penting dalam High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF-MSP) 2024.
Pulau Bali akan menjadi tuan rumah dari acara yang akan dihadiri kepala negara dan ribuan delegasi pada 1 sampai 3 September 2024 tersebut.
Salah satu tema diskusi yang akan diangkat dalam pertemuan itu adalah The Future of Work: Catalyzing Just Transition towards Green Jobs in Developing and Least Developed Countries. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno akan menjadi salah satu pembicara dalam sesi diskusi ini.
Secara garis besar, diskusi tersebut akan membahas mengenai ancaman perubahan iklim dan kerusakan lingkungan terhadap ekonomi, serta lapangan pekerjaan di dunia. Untuk mengatasi perubahan iklim ini, pengembangan ekonomi dan teknologi yang lebih ramah lingkungan adalah kebutuhan mutlak.
Pengembangan ekonomi yang ramah lingkungan diyakini tidak hanya akan menyelamatkan bumi, tetapi juga berpotensi menciptakan lapangan-lapangan pekerjaan baru yang saat ini sangat diperlukan.
Source : CNBC Indonesia