Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan indonesia (APHI) Kalimantan Timur Asrul Anwar menyebutkan pihaknya
telah mengusulkan lebih dari 1,27 hingga 1,58 juta meter kubik kayu bulat yang tidak terserap oleh industri dapat dialokasikan untuk proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Pembangunan infrastruktur skala besar seperti IKN tentunya membutuhkan bahan baku kayu yang signifikan.

Melansir Balikpapan Pos, Senin (30/9/2024), Asrul Anwar menyatakan APHI Kaltim akan berkontribusi menyiapkan produk kayu untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan infrastruktur proyek IKN.

“Sumber daya hutan di Kalimantan dapat memberikan kontribusi penting untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” katanya.

Selain itu, APHI juga menekankan pentingnya penggunaan produk kayu legal yang bersertifikat SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian).

“Sertifikasi SVLK memastikan bahwa kayu yang digunakan dalam proyek IKN berasal dari sumber yang legal dan dikelola secara berkelanjutan,” sambungnya.

Ia menyatakan bahwa langkah ini mendukung pembangunan yang ramah lingkungan dan rendah karbon, sejalan dengan visi IKN sebagai kota hijau.

APHI Kaltim juga merekomendasikan agar penggunaan kayu bersertifikat SVLK ini dilakukan melalui E-Katalog LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).

Hal ini akan memastikan pengadaan kayu untuk pembangunan IKN dilakukan secara transparan dan akuntabel oleh pemerintah.

“Langkah ini akan meningkatkan penerimaan produk kayu Indonesia di pasar internasional, terutama di tengah meningkatnya persyaratan keberlanjutan di pasar global,” sebut Asrul Anwar.

Informasi lebih mendetail terkait spesifikasi produk kayu yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur di IKN juga diperlukan.

“Otorita IKN dan Kementerian PUPR perlu menyediakan informasi yang jelas mengenai jenis, ukuran, dan spesifikasi teknis produk kayu yang akan digunakan,” kata Asrul Anwar yang merupakan alumnus Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarbaru.

Menurut dia, informasi ini sangat penting agar industri kayu dalam negeri dapat menyesuaikan produksi mereka sesuai dengan kebutuhan proyek yang sangat besar ini.

Potensi Industri Pengolahan Kayu di Kalimantan

Berbicara tentang potensi industri pengolahan kayu di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Utara (Kaltara), Asrul Anwar menyampaikan bahwa kapasitas pengolahan kayu di kedua wilayah ini cukup besar, namun realisasi produksinya masih jauh dari optimal.

Industri blockboard di Kalimantan Timur, misalnya, memiliki kapasitas terpasang sebesar 13.000 meter kubik, tetapi realisasi produksinya hanya mencapai 0,75%, atau sekitar 97,84 meter kubik.

Untuk kayu gergajian, kapasitas terpasang di wilayah ini adalah 514.869 meter kubik, namun realisasinya hanya 57.331 meter kubik atau 11,14%.

Industri kayu lapis dan LVL di Kalimantan Timur memiliki kapasitas terpasang sebesar 1,47 juta meter kubik, namun hanya 37,28% dari kapasitas yang terealisasi, yakni 548.054 meter kubik.

Industri veneer juga menghadapi masalah serupa, dengan kapasitas terpasang sebesar 362.245 meter kubik, namun realisasi produksinya hanya 46.348 meter kubik, atau sekitar 12,79%.

Sementara itu, di Kalimantan Utara, kapasitas industri kayu gergajian mencapai 87.000 meter kubik, tetapi realisasinya hanya mencapai 16.630 meter kubik, atau 19,11% dari kapasitas.

Untuk kayu lapis dan LVL, kapasitas terpasang di wilayah ini sebesar 202.000 meter kubik, namun realisasinya hanya mencapai 50,15%, atau sekitar 101.296 meter kubik.

Industri veneer di Kalimantan Utara memiliki kapasitas terpasang sebesar 16.000 meter kubik, tetapi realisasinya hanya 1.955 meter kubik, atau sekitar 12,22%.

Asrul Anwar menegaskan bahwa meskipun kapasitas pengolahan kayu di wilayah Kaltim dan Kaltara cukup besar, tingkat realisasi produksi masih rendah di beberapa sektor.

“Ini menunjukkan adanya peluang besar bagi peningkatan produksi, terutama untuk memenuhi kebutuhan pembangunan IKN yang sangat mendesak,” pungkasnya. YCM