Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor sebagai tersangka dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya pada 2024–2025. Namun, kendati menjadi tersangka, KPK tak menahannya.

Menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Sahbirin Noor tidak dibawa ke Jakarta dan ditahan bersama enam tersangka lain karena tidak berada di lokasi operasi tangkap tangan (OTT).

“OTT ini sesuai proses jalannya uang,” kata Asep di KPK pada Selasa (8/10/2024). “Pada saat itu uangnya belum terkirim kepada yang lain, baru sampai kepada AMD.”

Asep mengatakan KPK menetapkan status tersangka terhadap Sahbirin Noor (SHB) setelah penyidik mendapat keterangan dari pihak terkait pada saat pemeriksaan tersangka lain dan para saksi.

“Jadi status tersangka SHB dari hasil pemeriksaan, bukan OTT,” kata Asep.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan Sahbirin akan dipanggil setelah ditetapkan sebagai tersangka. Jika tidak kunjung hadir, KPK akan melakukan langkah lain.

“Ya nanti kita akan lakukan prosedur pemanggilan, tidak hadir kita panggil kembali, maka tidak hadir lagi akan kita DPO kan. Hanya soal prosedur,” ujar Ghufron.

Penetapan tersangka Sahbirin Noor terjadi setelah KPK melakukan rapat ekspos perkara dugaan korupsi itu pada 6 Oktober 2024, sekitar pukul 21.30 WIB.

Rapat penyidik dan pimpinan KPK itu menemukan ada cukup bukti permulaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di Kalimantan Selatan.

Sahbirin Noor menyusul menjadi tersangka dengan pelaku lain yang tertangkap dalam operasi tangkap tangan, yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL), Kepala Bidang Cipta Karya dan pejabat pembuat komitmen di Dinas PUPR Yulianti Erlynah (YUL), pegurus Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), dan Pelaksana Tugas Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean (FEB).

Para tersangka diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dari OTT itu, KPK telah menyita uang Rp 1 miliar yang diduga bagian fee 5% untuk Sahbirin Noor dari Sugeng Wahyudi dan Andi dalam proyek pembangunan lapangan sepakbola, kolam renang, dan gedung Samsat.

KPK juga menemukan uang lain senilai Rp 12 miliar dan US$ 500 yang juga diduga sebagai bagian dari komisi atau suap untuk Gubernur Kalimantan Selatan.

Source : Tempo/detik