Menteri Agama Nasaruddin Umar mengusulkan penyusunan kurikulum berbasis cinta.
“Kami sedang menyoroti kurikulum dari tingkat bawah hingga atas, mencoba merumuskan kurikulum berbasis cinta,” ungkap Nasaruddin dikutip Kumparan dalam Sidang Tanwir PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (5/12/2025).
Kurikulum cinta ini juga dimaksudkan sebagai kritik terhadap penerapan kurikulum pendidikan saat ini, terutama di bidang agama.
Menurut Nasaruddin, kurikulum pendidikan agama yang dijalankan sekarang cenderung terlalu menonjolkan perbedaan, yang berpotensi memunculkan kebencian antarumat beragama.
“Selama ini, banyak guru agama yang mengajarkan bahwa agama Islam adalah agama paling benar, sedangkan agama lain dianggap sesat,” kritik Imam Besar Masjid Istiqlal itu.
Ia menekankan bahwa pendekatan seperti itu dapat meninggalkan dampak jangka panjang pada pola pikir anak-anak.
“Jika sejak dini anak-anak diajarkan dan ditanamkan tentang perbedaan yang divisif dan kurikulum kebencian satu sama lain, apa jadinya? mereka akan membawa pandangan itu hingga dewasa, sehingga sulit membangun persatuan,” tambahnya.
Melalui kurikulum cinta, Nasaruddin berharap murid-murid dapat diajarkan untuk menghargai perbedaan tanpa menyamakan semua agama.
“Tetapi sekali lagi dengan tetap memperhatikan bahwa tidak boleh sama sekali juga menyamakan semua agama, karena itu bisa orang mudah pindah-pindah agama,” tegasnya.
Lebih lanjut, menteri berusia 65 tahun itu menekankan pentingnya konsolidasi ajaran agama secara mendalam kepada masyarakat.
“Semakin kita memahami dan menjalankan ajaran agama masing-masing dengan baik, semakin damai dunia ini,” tambahnya, dilansir dari Disway.
Ia berharap kurikulum berbasis cinta ini dapat menanamkan pola pikir inklusif pada generasi muda Indonesia, sehingga mereka mampu melihat perbedaan sebagai kekayaan bangsa yang harus dihargai.
CNA