Rezim Bashar Al-Assad tumbang di Suriah, Minggu. Hanya dalam waktu tiga hari, pemberontak merebut kota terbesar kedua di Suriah, Aleppo, lalu menyerbu Damaskus dan membuat Assad kabur.

Pasukan pemberontak itu, dipimpin oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), oposisi bersenjata Suriah terkuat saat ini.

Awalnya kelompok itu terkait Al-Qaeda namun memisahkan diri di 2016 dan memoles citranya menjadi pejuang Islam.

HTS sendiri memiliki sosok pemimpin bernama Abu Mohammed al-Julani. Lalu siapa dia?

Al-Julani kini memang menjadi pusat perhatian dunia. Ia merupakan pendiri HTS, di mana dirinya telah hampir satu dekade berusaha mereformasi kelompok itu.

Di bawah kepemimpinannya, fokus HTS yang semula transnasional beralih ke pembentukan “republik Islam” di Suriah.

Sejak 2016, ia telah memposisikan dirinya dan kelompoknya sebagai “penjaga yang kredibel” bagi Suriah yang terbebas dari Assad, yang secara brutal menekan pemberontakan rakyat selama 2011, yang menyebabkan perang yang terus berlangsung sejak saat itu.

Nama Lahir, Al-Qaeda & ISIS?
Al-Julani sebenarnya bukan nama lahir. Ia memiliki nama asli Ahmed Hussein al-Sharaa.

Dirinya pun ternyata bukan kelahiran Suriah. Ia lahir di Riyadh, Arab Saudi, tempat ayahnya bekerja sebagai insinyur perminyakan, tahun 1982.

Keluarganya kembali ke Suriah pada tahun 1989, menetap di dekat Damaskus.

Tidak banyak yang diketahui tentang masa tinggalnya di Damaskus sebelum ia pindah ke Irak pada tahun 2003, di mana ia bergabung dengan Al-Qaeda di negeri itu sebagai bagian dari perlawanan terhadap invasi Amerika Serikat (AS) pada tahun yang sama.

Ditangkap oleh pasukan AS di Irak pada tahun 2006 dan ditahan selama lima tahun, al-Julani kemudian ditugaskan untuk mendirikan cabang Al-Qaeda di Suriah, Front al-Nusra.

Ini kemudian memperluas pengaruhnya di wilayah yang dikuasai oposisi, terutama Idlib.

Pada tahun-tahun awal tersebut, Al-Julani berkoordinasi dengan Abu Bakr al-Baghdadi, kepala “Negara Islam di Irak” milik al-Qaeda, yang kemudian menjadi ISIL (ISIS).

Pada bulan April 2013, Al-Baghdadi tiba-tiba mengumumkan bahwa kelompoknya memutuskan hubungan dengan al-Qaeda dan akan memperluas wilayah ke Suriah, yang secara efektif menelan Front al-Nusra menjadi kelompok baru yang disebut ISIL.

Al-Julani menolak perubahan ini. Meski begitu ia tetap setia kepada Al-Qaeda hingga 2014.

Di 2014, mengutip Al-Jazeera, ia tiba-tiba melakukan wawancara televisi pertamanya.

Ia mengatakan bahwa Suriah harus diperintah berdasarkan interpretasi kelompoknya tentang “hukum Islam” dan kaum minoritas di negara itu, seperti Kristen dan Alawi, tidak akan diakomodasi.

Pada tahun-tahun berikutnya, Al-Julani tampaknya menjauhkan diri dari proyek al-Qaeda untuk mendirikan “kekhalifahan global” di semua negara berpenduduk mayoritas Muslim.

Ia lebih fokus membangun kelompoknya di dalam perbatasan Suriah.

Menurut para analis, perpecahan itu tampaknya merupakan upaya untuk menekankan ambisi nasional kelompoknya, bukan ambisi transnasional, kepada kelompok-kelompok di Idlib.

Kemudian pada bulan Juli 2016, saat Aleppo jatuh ke tangan rezim dan kelompok-kelompok bersenjata di sana mulai bergerak ke Idlib, Al-Julani mengumumkan bahwa kelompoknya telah berubah menjadi Jabhat Fateh al-Sham.

Pada awal tahun 2017, ribuan pejuang menyerbu Idlib untuk melarikan diri dari Aleppo. Kala itu Al-Julani mengumumkan penggabungan sejumlah kelompok tersebut dengan kelompoknya sendiri untuk membentuk HTS.

“Tujuan HTS yang dinyatakannya adalah untuk membebaskan Suriah dari pemerintahan otokratis Assad, termasuk mengusir milisi Iran dari negara tersebut dan mendirikan negara sesuai dengan interpretasi mereka sendiri tentang hukum Islam,” kata lembaga pemikir Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington, DC, AS, menjelaskan HTS.

Lebih Akomodatif ke Minoritas Suriah?
Ketika pejuang oposisi merebut kembali Aleppo dan bergerak ke selatan, Al-Julani tampaknya telah mengambil sikap yang lebih akomodatif terhadap kaum minoritas Suriah.

Sejak merebut Aleppo, kelompok tersebut telah menawarkan jaminan bahwa kaum minoritas agama dan etnis akan dilindungi.

Menurut Hassan Hassan, seorang pakar Suriah tentang kelompok bersenjata di Levant, Al-Julani ingin mencap HTS sebagai entitas pemerintahan yang kredibel di Suriah dan mitra yang mungkin dalam upaya kontraterorisme global.

Di Idlib, ia berusaha untuk bermitra dengan kelompok oposisi bersenjata lainnya, seperti Harakat Nour al-Din al-Zinki, Liwa al-Haq dan Jaysh al-Sunna, menurut CSIS, dan untuk menghindari sekutu sebelumnya, seperti Hurras al-Din, cabang al-Qaeda baru di Suriah.

Perlu diketahui HTS saat ini dicap sebagai organisasi “teroris”. Baik oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Turki, AS dan Uni Eropa.

Al-Julani mengatakan penunjukan ini tidak adil karena kelompoknya telah meninggalkan kesetiaan masa lalunya demi “kesetiaan nasional”.

Terlepas dari ambisi domestik Al-Julani yang dinyatakan, sebagai kepala kelompok oposisi bersenjata terbesar di Suriah, dampaknya terhadap negara akan bergema secara nasional dan internasional.

Pernyataan Perdana
Sementara itu, saat menguasai Damaskus dan menumbangkan rezim Assad, ia memuji kemenangan mereka sebagai hal yang bersejarah pada hari Minggu.

Ia mengatakan di sebuah masjid bersejarah di Damaskus setelah merebut ibu kota dari kendali pemerintah dalam waktu kurang dari dua minggu.

“Kemenangan ini, saudara-saudaraku, bersejarah bagi kawasan ini,” kata Al-Julani, dalam sebuah pidato di Masjid Umayyah, dikutip AFP.

“Pengambilalihan oleh pemberontak juga merupakan kemenangan bagi seluruh negara Islam,” tambahnya dalam pernyataan video yang dibagikan oleh pemberontak di Telegram.

“Hari ini, Suriah sedang dimurnikan… kemenangan ini lahir dari orang-orang yang telah mendekam di penjara, dan para mujahidin (pejuang) telah memutuskan rantai mereka,” tegasnya.

Menurutnya Suriah di bawah Assad telah menjadi tempat bagi ambisi Iran, tempat sektarianisme merajalela, mengacu pada sekutu Assad, Teheran dan proksi Lebanon Hizbullah.

Saat ia memasuki masjid, kerumunan terlihat menyemangatinya dan meneriakkan dengan kata “Allahu akbar (Tuhan Maha Besar)”, merujuk video yang tersebar secara daring.

CNBC Indonesia