Pada malam pergantian tahun baru banyak orang meluncurkan kembang api di berbagai tempat di seluruh dunia.

Semua ini membuat pergantian tahun menjadi lebih semarak, sekalipun membuat polusi udara dan suara di bumi mengalami peningkatan.

Meski begitu, mereka yang meluncurkan kembang api tak semua menyadari bahwa produk tersebut ternyata ‘Made in China’.

Hasil Produk China

Kembang api merupakan salah satu produk buatan manusia yang berusia sangat tua. Barang itu muncul tak terlepas dari penemuan petasan.

Sekitar 1.000 tahun lalu di era Dinasti Song (960-1279 M) hidup seorang biksu bernama Li Tian yang tinggal di wilayah Liuyang.

Suatu waktu, dia mencampurkan tiga bahan yang ditemukan entah di mana. Ketiga bahan itu dicampurkan ke dalam wadah tabung. Lalu wadah tersebut dibakar dan tak lama meledak mengeluarkan cahaya indah.

Belakangan, ketiga bahan tersebut diketahui adalah arang, belerang, dan kalium nitrat.

Bahan yang terakhir disebut sebenarnya sudah digunakan lama oleh penduduk China.

Dalam The Genius of China: 3,000 Years of Science, Discovery, and Invention (2007), diketahui kalium nitrat sudah digunakan masyarakat China sejak abad ke-1 untuk dipakai sebagai obat.

Ketika dibakar, kalium nitrat akan menghasilkan api ungu yang membuat orang terpukau.

Hanya saja, campuran kalium nitrat bisa menghasilkan petasan ketika Liu Tang meraciknya dengan bahan lain ratusan tahun kemudian.

Dari sini, para sejarawan menyebut, petasan pertama kali tercipta di muka bumi.

Masyarakat China awalnya menggunakan petasan untuk mengusir roh halus dan jahat yang mengganggu kehidupan warga.

Namun perlahan berubah untuk memeriahkan acara atau perayaan besar, seperti kelahiran, ulang tahun, dan tahun baru.

Meski ditemukan di China, petasan dan kembang api yang bisa dilihat saat ini merupakan hasil ciptaan masyarakat Italia.

Setelah petasan buatan bangsa China dibawa ke Eropa oleh penjelajah Marcopolo pada 1292, bangsa Italia menjadi inovator petasan dan kembang api modern.

Kala itu, orang Italia mengembangkan berbagai pola dan warna kembang api. Mereka mencampurkan berbagai bahan kimia dan warna-warna lain ke dalam satu wadah. Tentu, pencampuran dilakukan lewat takaran yang pas.

Dalam The Chemistry of Fireworks(2009) diceritakan, hasil ledakan atas campuran tersebut menghasilkan ledakan berwarna merah, hijau, dan biru dengan pola-pola berbeda.

Belakangan, temuan tersebut dinamakan kembang api atau firework dan menjadi bentuk modern sejak penemuan pertama di China.

Di Indonesia, keberadaan petasan dan kembang api diduga kuat dibawa oleh orang China.

Mereka sering membakar keduanya ketika acara atau perayaan besar. Perlahan, petasan yang awalnya kebudayaan China digunakan meluas oleh banyak masyarakat era kolonial.

Orang-orang Belanda pun sering menyalakan kembang api di kala acara besar.

Sejarawan  Mona Lohanda dalam Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia (2007) menceritakan, perayaan kembang api dilakukan saat perjamuan besar hingga perayaan naik takhta atau ulang tahun Ratu Belanda.

Warna-warni dan pijar-pijar api di angkasa praktis menjadi tontonan dan hiburan warga pribumi semasa kolonialisme.

Seiring waktu, penggunaan petasan dan kembang api masih tetap berlanjut di seluruh dunia, termasuk dalam perayaan tahun baru.

Saat ini, China sebagai negara pencipta masih berada di urutan pertama produsen dan eksportir kembang api terbesar di dunia.

Berdasarkan data World Bank, pada 2023, China mengirim 363,5 juta ton ke seluruh dunia, sehingga 90% kembang api dan petasan dunia berasal dari Negeri Tirai Bambu.

|CNBC Indonesia|