Perusahaan semakin banyak yang mengeluarkan anggaran untuk penggunaan artificial intelligent (AI), bahkan dibanding untuk penggunaan teknologi informasi alias information technology (IT) sekalipun, berdasarkan studi IBM.
Pengeluaran untuk AI diperkirakan melonjak 52% dengan brand ritel menerapkan inovasi AI di seluruh operasi perusahaan.
“Perusahaan ritel dan produk konsumen di seluruh dunia telah bereksperimen dengan AI dan melihat manfaat yang dibawa oleh embedded AI, tidak hanya untuk meningkatkan produktivitas, tetapi juga untuk meningkatkan relevansi, engagement, dan kepercayaan merek.” kata Roy Kosasih, Presiden Direktur di IBM Indonesia dalam keterangannya, dikutip Sabtu (25/1/2025).
Studi IBM menemukan, 81% eksekutif yang disurvei dan 96% tim mereka sudah menggunakan AI pada tingkat moderat atau signifikan.
Para eksekutif menyatakan keinginannya untuk memperluas penggunaan AI ke penerapan yang lebih canggih, seperti untuk perencanaan bisnis yang terintegrasi dengan target peningkatan penggunaan sebesar 82% pada tahun 2025.
Pada tahun 2025, perusahaan ritel dan produk konsumen yang disurvei menyatakan rencana mereka untuk mengalokasikan rata-rata 3,32% dari pendapatan mereka untuk AI- setara dengan US$33,2 juta per tahun untuk perusahaan senilai US$1 miliar.
“AI kini merupakan kebutuhan strategis, dan kami melihat ada komitmen yang kuat di berbagai organisasi Indonesia yang tersebar di seluruh industri untuk mengadopsi AI yang bertanggung jawab di berbagai alur kerja mereka,” kata Roy.
Laporan yang berjudul “Embedding AI in Your Brand’s DNA,” mengungkapkan bagaimana berbagai brand sedang mempersiapkan diri untuk fase transformasi berbasis AI berikutnya di perusahaan.
Investasi ini akan mencakup fungsi-fungsi seperti layanan pelanggan, operasi rantai pasokan, rekrutmen, dan inovasi pemasaran, yang menunjukkan perluasan AI di luar aplikasi TI tradisional.
Studi global terbaru dari IBM Institute for Business Value menemukan bahwa para eksekutif ritel dan produk konsumen yang disurvei secara signifikan mengalihkan fokus mereka ke kecerdasan buatan (AI).
Hasil survei menunjukkan bahwa para eksekutif tersebut memproyeksikan pengeluaran di luar operasi TI tradisional dapat meningkat hingga 52% di tahun depan.
Para eksekutif yang disurvei memperkirakan bahwa 31% karyawan perlu mempelajari keterampilan baru untuk bekerja dengan AI dalam satu tahun ke depan, meningkat menjadi 45% dalam tiga tahun.
Penggunaan AI pada layanan pelanggan yang terpersonalisasi, khususnya untuk kebutuhan dalam memberikan tanggapan dan tindak lanjut, diproyeksikan naik hingga 236% dalam 12 bulan mendatang dibandingkan tahun sebelumnya, berdasarkan survei.
Selain itu, survei juga menunjukkan bahwa 55% dari peningkatan ini diharapkan melibatkan kolaborasi manusia-AI, sedangkan hanya 30% yang akan sepenuhnya dilakukan secara otomatis – menunjukkan pentingnya menyiapkan karyawan untuk penggunaan IT.
|CNBC Indonesia|