Mark Zuckerberg, pendiri Facebok dan CEO Meta, induk perusahaan Instagram dan WhatsApp, melempar sederet pujian ke pemerintahan Presiden Donald Trump.

Bahkan, Zuckerberg menyatakan pada 2025 hubungan perusahaannya dengan pemerintah bakal berubah total.

“Kini kita memiliki pemerintah yang bangga dengan perusahaan-perusahaan terbesar, mengutamakan kemenangan teknologi Amerika dan akan membela nilai serta kepentingan Amerika di luar negeri,” kata Zuckerberg dalam paparan kinerja keuangan Meta di hadapan para investor.

“Saya optimistis tentang progres dan inovasi yang bisa tercipta, jadi tahun ini bakal menjadi tahun yang besar.”

Meta pada Rabu juga sepakat untuk memilih jalan damai dan membayar US$ 25 juta untuk mengakhiri gugatan yang dilayangkan oleh Presiden Donald Trump.

Trump menggugat Meta karena akun Facebook dan Instagram resmi miliknya ditutup setelah peristiwa pemberontakan di Gedung Kongres pada 6 Januari 2021.

Zuckerberg dan Meta juga telah melempar beberapa pernyataan untuk memperbaiki hubungan mereka dengan Donald Trump.

Meta bahkan menyumbangkan US$ 1 juta untuk dana pelantikan Trump sebagai Presiden AS.

Pada bulan ini, Zuckerberg mengumumkan keputusan Meta untuk menyetop program pengecekan fakta oleh pihak ketiga dalam rangka “mengembalikan kebebasan berekspresi” di Instagram dan Facebook.

Instagram, Threads, dan Facebook akan mengganti program cek fakta mereka dengan sistem “catatan komunitas” seperti yang telah diterapkan di X, platform media sosial milik Elon Musk yang dulu bernama Twitter.

Meta juga akan berhenti secara aktif mencari ujaran kebencian dan konten yang melanggar aturan.

Pihak perusahaan hanya akan merespons laporan dari pengguna.

Sistem blokir otomatis akan difokuskan ke potensi pelanggaran yang sangat berbahaya seperti terorisme, eksploitasi anak, penipuan, dan narkoba.

Perubahan kebijakan saat ini hanya berlaku di Amerika Serikat. Meta belum memiliki rencana untuk mengakhiri program cek fakta di pasar lainnya, termasuk Uni Eropa.

Di Uni Eropa, media sosial harus mentaati aturan Digital Services Act yang berlaku mulai 2023.

Semua media sosial raksasa diwajibkan untuk menangani konten ilegal dan konten yang menimbulkan risiko kepada keamanan publik, di platform mereka.

Jika gagal melaksanakan aturan itu, perusahaan terancam denda 6 persen dari pendapatan global.

|CNBC Indonesia|