Sanksi Amerika Serikat (AS) yang menargetkan ekspor chip dan alat pembuat chip canggih ke China mulai mendatangkan petaka.
Analis TechInsigths mengatakan belanja China untuk peralatan chip akan menurun tahun ini setelah tiga tahun mengalami pertumbuhan.
Merosotnya pembelian peralatan chip ini karena China tengah bergulat dengan kelebihan kapasitas. China juga diprediksi akan menghadapi kendala yang lebih besar dari sanksi AS yang kian diperketat.
China selama ini menjadi pembeli terbesar peralatan fabrikasi wafer, setidaknya selama dua tahun terakhir. Total pembeliannya senilai US$41 miliar (Rp670 triliun) dan menyumbang 40% dari penjualan global pada 2024.
Namun tahun ini, pengeluaran China diperkirakan akan turun 6% menjadi US$38 miliar. Pangsa pembelian globalnya akan turun menjadi 20%, merosot untuk pertama kali sejak 2021.
“Kita dapat melihat beberapa perlambatan dalam belanja China karena kontrol ekspor dan kelebihan kapasitas,” kata Boris Metodiev, analis senior manufaktur semikonduktor di TechInsights, dikutip dari Reuters, Kamis (13/2/2025).
China adalah pendorong pertumbuhan global untuk sektor peralatan fabrikasi wafer global pada 2023 dan 2024, ketika pasar yang mengalami penurunan karena merosotnya permintaan elektronik konsumen.
Banyak pembelian China didorong oleh penimbunan karena AS menjatuhkan serangkaian sanksi dalam upaya untuk menghambat kemampuan Beijing mengakses dan memproduksi chip yang dapat membantu memajukan kecerdasan buatan untuk aplikasi militer atau mengancam keamanan nasional AS.
Di satu sisi, perusahaan-perusahaan chip China terus membuat kemajuan terlepas dari upaya Washington yang memblokir akses untuk mendapatkan chip.
Huawei misalnya yang berhasil memproduksi chip canggih tahun lalu dengan biaya yang lebih mahal. Mereka juga telah berekspansi besar-besaran ke segmen chip mature-node, dengan meningkatkan kapasitas produksi dan mengambil pangsa pasar dari saingan Taiwan.
|CNBC Indonesia|