Rupiah dibuka menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan hari ini menjelang pengumuman neraca dagang RI hingga banjirnya sentimen dari dalam negeri dalam sepekan ini yang dapat mendorong masuknya aliran dana asing.

Dilansir dari Refinitiv pada pembukaan perdagangan Senin (17/2/2025), rupiah terhadap dolar AS dibuka menguat 0,52% pada posisi Rp16.170/US$1.

Sementara, pada perdagangan kemarin Jumat (14/2/2025), rupiah terhadap dolar AS ditutup terapresiasi 0,58% di level Rp16.255/US$1.

Dari sisi DXY, indeks dolar AS pada perdagangan hari ini Senin (17/2/2025), hingga pukul 09.00 WIB DXY melemah 0,03% di level 106,55.

Penguatan rupiah terjadi karena banjirnya sentimen dari dalam negeri pada sepekan ini.

Penguatan rupiah yang terjadi pada pembukaan perdagangan hari ini menjelang pengumuman neraca perdagangan Indonesia periode Januari 2025 yang akan dirilis siang ini pukul 11.00 WIB.

Neraca perdagangan diproyeksi masih berada di zona surplus periode Januari 2025. Namun, surplus akan menyempit karena melemahnya harga komoditas.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sembilan lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Januari 2025 akan mencapai US$1,78 miliar.

Konsensus juga memperkirakan ekspor akan tumbuh 6,47% (year on year/yoy) dan impor melesat 9,17% (yoy).

Proyeksi surplus Januari 2025 lebih rendah dibandingkan Desember 2024 yang mencapai US$2,24miliar.

Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 57 bulan beruntun sejak Mei 2020.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan BI Rate pada Rabu (19/2/2025).

Sebelumnya, BI Menetapkan suku bunga acuan atau BI rate pada level 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung selama 14-15 Januari 2025. BI rate turun 25 bps dari periode sebelumnya.

Berlanjut pada Kamis (20/2/2025), Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) serta Transaksi Berjalan kuartal IV-2024 sekaligus tahun penuh 2024.

Pada kuartal III-2024, NPI masih mencatat surplus US$ 5,9 miliar sedangkan neraca transaksi berjalan defisit sebesar US$ 2,2 miliar atau 0,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Data NPI ini sangat penting untuk menentukan ketahanan eksternal Indonesia dari sisi ekspor, impor, hingga aliran modal.

BI memperkirakan transaksi berjalan 2024 tetap sehat dan diprakirakan dalam kisaran defisit 0,1-0,9% dari PDB, angka ini lebih tinggi dibandingkan 2023 tang tercatat 0,1% dari PDB.

Sementara dari negeri Paman Sam, pada Kamis (20/2/2025) kita akan menanti hasil risalah atau FOMC minutes.

Dalam dot plot Desember, laju cut rate diperkirakan akan melambat menjadi sekitar dua kali pemangkasan saja.

|CNBC Indonesia Research|