PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) tengah berperkara dengan PT Harmas Jalesveva (Harmas) terkait perjanjian sewa-menyewa gedung kantor.
Bukalapak pun mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Harmas ke Pengadilan Niaga Jakarta sebagai tindak lanjut atas kewajiban finansial yang belum dipenuhi oleh Harmas terhadap BUKA.
Berdasarkan kronologi BUKA, terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak ditandai dengan penandatanganan Letter of Intent (LoI) pada 8 Desember 2017 yang kemudian mengalami adendum dua kali yakni pada 15 maret 2018 dan tgl 3 Mei 2018.
Dalam LoI disepakati bahwa BUKA sebagai pihak penyewa bisa menempati ruang kantor di gedung One Belpark yang berlokasi di daerah Jakarta Selatan yang disediakan oleh Harmas sebagai pemberi sewa.
Sebagai tanda jadi, BUKA juga menyetorkan uang deposit senilai RpRp6,4 miliar.
Pembayaran dilakukan dua kali yakni pada 22 Januari 2018 senilai Rp6,25 miliar di mamna senilai Rp3,1 miliar kepada Harmas dan sisanya Rp3,15 miliar kepada PT Cahaya Makmur yang merupakan anak perusahaan Harmas. Kemudian pada 3 Mei 20018 BUKA menyetor Rp207 juta yang terdiri dari Rp25 juta ke Cahaya Makmur dan sisanya ke Harmas.
“Jadi total Rp6,4 M. Angka ini adalah itikad baik BUKA untuk memenuhi LOI PT Harmas dan kewajiban,” ujar Anggota Komite Eksekutif BUKA, Kurnia Ramadhan kepada saat media briefing, Selasa (18/2/2025).
Setelah menyetor uang booking, BUKA bisa menempati kantor tersebut secara bertahap. Ada empat termin waktu yang dijanjikan oleh Harmas akan selesai agar bisa digunakan BUKA di One Belpark.
Termin pertama pada 1 Maret 2018 untuk menempati lantai 7,8,9. Kemudian pada 1 April 2018 untuk menempati lantai 10,11,12. Selanjutnya, pada 1 Mei 2018 untuk menempati lantai 15,16,17. Terakhir pada 1 Juni 2018 BUKA bisa menempati lantai 18,19,20.
“Berdasarkan LOI butir 15 huruf A. Pihak penyewa BUKA mentransfer 3 bulan bruto kepada Harmas untuk deposit penerimaan,” ungkap Kurnia.
Akan tetapi setelah memenuhi pembayaran deposit, waktu untuk menempati kantor tersebut tidak sesuai waktu yang dijanjikan.
“Mereka (Harmas) selalu tidak menepati kesepakatan LOI. Kami dapat email berulang kali yang awalnya 1 Maret (menempati gedung), di email pada 20 Maret 2018 menyatakan belum bisa menyelesaikan. Kemudian 3 agustus 2018 Harmas kirim surat juga tidak selesai kesepakatan LOI,” ungkap Kurnia.
“Setelah Agustus Harmas tidak menunaikan janji hingga 4 Oktober 2018 BUKA kirim surat ke Harmas. 15 Oktober Harmas kasih tanggapan katanya bisa setelah dapat kepastian dari investor dan minta perpanjangan waktu Februari 2019,” lanjutnya.
Kemudian pada Juli 2019 BUKA memberikan perpanjangan waktu untuk menunaikan kewajiban kepada Harmas. Hingga akhirnya pada 2 September 2019, BUKA kirim surat pengakhiran kerjasama kepada HArmas karena tidak selesai.
Kurnia sempat membeberkan pihak BUKA pernah bertemu dengan Harmas pada 23 Oktober 2020 untuk meminta uang deposit senilai Rp6,4 miliar dikembalikan. Akan tetapi ia mengatakan pihak Harmas menolak dan menawarkan BUKA pakai ruang kantor yang sudah selesai.
“Tiga hari kemudian BUKA datang ke kantor yang dijanjikan ternyata tidak sesuai yang disampaikan pada 23 Oktober dan tidak memadai sesuai LoI, ujar Kurnia.
Kronologi Hukum
BUKA melalui kuasa hukum mengirimkan surat somasi 3 kali dikirim pada 6 Januari 2021, 15 Januari 2021, dan 3 Februari 2021.
Kemudian pada 19 Maret 2021, Harmas menggugat BUKA ke PN Jakarta Selatan dengan argumen menuding BUKA melawan hukum karena melakukan pengakhiran kerja sama.
“Mereka meminta BUKA membayar Rp90,3 miliar ke Harmas untuk materil, bayar imateril Rp77,5 miliar dan sita jaminan. Tapi gugatan Harmas sesuai tebakan kami, hasilnya cacat formil karena tidak bisa diterima majelis hakim. Putus pada 23 Februari 2022,” ungkap Kurnia.
Kemudian pada 27 Juni 2022, Harmas kembali melayangkan gugatan melawan hukum kepada BUKA ke PN Jaksel.
Harmas merasa BUKA melawan hukum karena pembatalan LOI secara sepihak. Harmas menuntut Rp107,4 miliar dan imateril Rp1 triliun kepada BUKA.
Tuntutan ini kemudian dikabulkan oleh PN Jakarta Selatan pada 30 Maret 2023 dan membuat BUKA memiliki kewajiban bayar Rp107,4 miliar.
Dalam tuntutan ini Kuasa hukum BUKA, Eries dari Jonifianto & Partner mengajukan Peninjauan Kembali.
|CNBC Indonesia|