Banyak orang percaya kekayaan tak bersifat abadi. Bisa saja sewaktu-waktu kekayaan hilang sekejap, seperti yang terjadi pada diri penguasa dan salah satu orang China terkaya, yakni Henry Puyi.
Dalam sejarah, Puyi tercatat sebagai Kaisar China terakhir, sehingga sebagai penguasa dia berhak atas segala macam kekayaan berkat sistem feodalisme kekaisaran. Tak heran, dia juga tercatat sebagai salah satu orang terkaya di China.
Sebagai orang nomor satu, hidup Puyi sudah pasti enak. Dia berada di istana dan bisa meminta apapun yang dia inginkan. Belum lagi, dia juga tak perlu susah payah bekerja sebab kekayaan datang sendirinya.
Meski begitu, semua keistimewaan tersebut berakhir dalam semalam. Begitu juga harta kekayaannya yang lenyap dan membuat Puyi terpaksa memulai hidup baru sebagai tukang kebun di taman kota.
Orang Terkaya Jadi Tukang Kebun
Sebagai wawasan, Puyi menjadi orang nomor satu di China yang berhak atas segala kemewahan tersebut sejak usia 2 tahun. Pada 1908, dia dinobatkan menjadi Kaisar Dinasti Qing ke-12.
Hanya saja, takhta dia berumur pendek. Keberhasilan gelombang nasionalisme dan reformasi menuntut pembubaran sistem kekaisaran membuat Puyi terjungkal dari kursi kekuasaan. Pada 12 Februari 1912, dia pun turun takhta.
Meski begitu, bukan berarti segala kekayaan hilang begitu saja. Puyi yang masih berusia 4 tahun tetap hidup enak di istana, tanpa dia tahu bahwa kekaisaran China sudah runtuh. Dia tetap punya kekayaan melimpah dan berhak atas segudang perhiasan, seperti emas, berlian hingga mutiara.
Sampai akhirnya, harta kekayaan tersebut lenyap pada 1924. Dalam From Emperor to Citizen (1961), Puyi bercerita bahwa pasukan militer pimpinan Feng Yuxiang berhasil membuatnya angkat kaki dari istana. Feng menggeruduk istana bersama pasukan karena menganggap Puyi bukan lagi siapa-siapa.
Semua itu berlangsung dalam semalam dan mengubah hidupnya selama-lamanya. Setelah tak lagi di istana, hidup pria kelahiran 1906 itu luntang-lantung. Dia tak punya tempat tinggal dan pindah ke Jepang.
Setelah beberapa tahun, Jepang dilanda Perang Dunia II dan harus menelan kekalahan, salah satunya, melawan China. Ketika ini terjadi nasib sial kembali menimpa Puyi. Dia yang dilindungi pemerintah Jepang langsung berada di balik jeruji besi karena dianggap pengkhianat.
Dalam autobiografi berjudul The Last Emperor (1987), Puyi ditahan selama 10 tahun dan hidup sengsara jauh dari kemewahan. Tak ada keistimewaan dan dia disamakan dengan tahanan perang lain.
Setelah masa penahanan berakhir, Puyi pulang kampung ke China. Kali ini dia tak dianggap orang jahat dan dibiarkan hidup sebagai rakyat biasa. Bahkan, dia pun diberi rumah oleh pemerintah China.
Hanya saja, pemerintah tak mau memberi uang ke dia karena tidak mau mental saat menjadi kaisar tumbuh kembali.
Alhasil, Puyi yang lahir kaya raya terpaksa menjalani hidup baru dari nol. Dia yang tak pernah bekerja memilih pekerjaan sebagai tukang kebun di Beijing.
Sebagai tukang kebun, dia bertugas membersihkan tanaman hingga menjadi tukang sapu di taman. Selama itu pula dia menjadi sorotan banyak orang karena seorang mantan kaisar harus tegar mencari uang sendiri. Semua ini dijalaninya selama 7 tahun sebelum meninggal pada 17 Oktober 1967.
|CNBC Indonesia|