Kuliner kolak tentu banyak diburu atau dicari pada saat bulan Ramadan karena dari rasanya manis dan gurih.

Pemerhati sejarah Surabaya Nur Setiawan menjelaskan, kolak ini sudah ada sejak zaman klasik. Kolak sendiri merupakan sajian kuliner nusantara.

“Jadi kuliner kolak ini diduga sudah ada sejak zaman klasik atau zaman kerajaan,” kata Wawan sapaan akrabnya Nur Setiawan.

Menurut Wawan, sapaan akrabnya, untuk bahannya mulai dari santan, gula merah, pisang, dan umbi-umbian.

Namun dengan perkembangan zaman kolak mulai dikreasi lagi oleh para pedagang kuliner sehingga ditambah buah durian dan lain sebagainya.

“Sedangkan kuliner kolak ini sudah dicatat oleh Presiden RI Soekarno dalam buku Mustika Rasa,” ujarnya.

Sementara itu, pustakawan Universitas Ciputra Surabaya, Chrisyandi Tri Kartika menjelaskan, tanggal atau era adanya kolak secara pasti belum ada data, namun berdasar tutur maka bisa ketemu. Biasanya hidangan ini ada di saat bulan Ramadan.

Jadi ada kaitannya dengan agama Islam dan pastinya ada filosofi dalam kolak itu sendiri. Kalau ditelusuri arti kata kolak berasal dari bahasa Arab khala yaitu meninggalkan.

“Meninggalkan itu apa? Pastinya meninggalkan dosa, dan cara hidup lama yang penuh dosa,” jelas Chrisyandi.

Selain itu, untuk filosofi isi kolak yaitu telo/ketela dan lebih dikenal telo pendam dan mempunyai arti mengubur hal/perbuatan dosa agar tidak mengulangi lagi yang sesuai dengan tuntutan Tuhan.

Sedangkan santan yang lebih dikenal dengan pengampunan. Tujuannya tentu untuk dakwah kalau dilihat dari sisi agama.

|Radar Surabaya|