Pengadilan Turki pada Minggu (23/3/2025) menjatuhkan hukuman penjara kepada Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, yang merupakan rival utama Presiden Tayyip Erdogan, dengan tuduhan korupsi.
Keputusan ini memicu gelombang protes terbesar di negara itu dalam lebih dari satu dekade.
Langkah hukum terhadap Imamoglu menuai kritik tajam dari partai oposisi utama, para pemimpin Eropa, serta ratusan ribu demonstran yang menilai tindakan tersebut bermuatan politik dan tidak demokratis.
Dalam proses pengadilan yang berlangsung, makin banyak tanda-tanda bahwa masalah hukum yang dihadapi Imamoglu justru memperkuat oposisi terhadap pemerintahan Erdogan yang telah berkuasa selama 22 tahun.
Sebagai bentuk solidaritas, hampir 15 juta anggota dan non-anggota Partai Rakyat Republik (CHP) berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara di seluruh negeri untuk memilih atau mendukung Imamoglu sebagai calon presiden di masa depan.
Partai tersebut melaporkan bahwa lebih dari 13 juta pemilih dari kalangan non-anggota memberikan suara mereka, menunjukkan bahwa Imamoglu, yang kini berusia 54 tahun, memiliki dukungan luas di luar lingkup partai.
Ketua CHP menyebut hasil pemilihan ini sebagai indikasi kuat akan perlunya pemilihan umum lebih awal.
“Ini adalah bentuk perlawanan rakyat terhadap rezim yang menindas,” katanya dalam pidato di markas besar partai di Istanbul, dilansir Reuters.
Imamoglu sendiri menolak semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya, dengan menyebutnya sebagai “fitnah dan tuduhan yang tidak masuk akal”. Ia juga menyerukan aksi protes nasional pada hari Minggu.
“Kita akan merobek kudeta ini, menghapus noda hitam pada demokrasi kita, bersama-sama,” ujarnya.
Setelah putusan dijatuhkan, rekaman menunjukkan Imamoglu dibawa ke penjara Silivri dalam konvoi polisi. Kementerian Dalam Negeri Turki juga mengumumkan pencopotan Imamoglu dari jabatannya, bersama dengan dua wali kota distrik lainnya.
Pemerintah menolak tuduhan bahwa penyelidikan terhadap Imamoglu bermotif politik dan menegaskan bahwa pengadilan bertindak secara independen.
Wakil Presiden Turki, Cevdet Yilmaz, serta Gubernur Bank Sentral Fatih Karahan, berupaya menenangkan pasar yang mengalami gejolak akibat penahanan Imamoglu. Sejak pekan lalu, penurunan tajam aset-aset Turki telah terjadi, dan diperkirakan akan berlanjut setelah vonis ini.
Larangan nasional terhadap aksi demonstrasi di jalan diperpanjang selama empat hari sejak Sabtu, tetapi protes tetap berlanjut di beberapa kota besar. Bentrokan kecil dengan polisi dan sejumlah penangkapan terjadi pada malam kelima aksi protes yang sebagian besar berlangsung damai.
Gelombang Penangkapan
Pengadilan menyatakan bahwa Imamoglu dan setidaknya 20 orang lainnya dipenjara sebagai bagian dari penyelidikan korupsi yang merupakan satu dari dua kasus yang dibuka terhadapnya pekan lalu.
Ia dituduh “mendirikan dan memimpin organisasi kriminal, menerima suap, penggelapan, merekam data pribadi secara ilegal, serta mengatur tender publik secara curang”.
Vonis ini makin memperkuat serangkaian tindakan hukum terhadap tokoh oposisi lainnya serta pencopotan pejabat terpilih dalam beberapa bulan terakhir, yang dikritik sebagai upaya pemerintah untuk melemahkan peluang oposisi dalam pemilu mendatang.
Enam dari 27 wali kota CHP di wilayah metropolitan Istanbul kini telah ditangkap, hanya setahun setelah pemilihan daerah yang membuat partai-partai oposisi meraih kemenangan besar atas Partai AK pimpinan Erdogan.
CHP membuka tempat pemungutan suara bagi non-anggota partai untuk memberikan “suara solidaritas” bagi Imamoglu, yang menjadi kandidat dalam pemilihan internal partai untuk calon presiden.
Ketua CHP, Ozgur Ozel, menyatakan bahwa jumlah pemilih yang sangat tinggi dalam pemilihan internal ini-dengan total 14,85 juta suara untuk Imamoglu-menunjukkan perlawanan rakyat terhadap apa yang disebutnya sebagai “upaya kudeta”.
“Ini mempertanyakan legitimasi Erdogan dan menjadikan pemilihan awal sebagai keniscayaan,” katanya di hadapan massa di Istanbul. “Jika mereka yakin bisa bersaing dengan kita, dengan Ekrem Imamoglu, maka biarkan mereka menyerukan pemilihan lebih awal.”
Pemilihan umum Turki berikutnya baru dijadwalkan pada tahun 2028. Namun, jika Erdogan, yang kini berusia 71 tahun, ingin mencalonkan diri lagi, maka parlemen harus menyetujui pemilihan lebih awal, karena pada tahun itu ia telah mencapai batas masa jabatan. Imamoglu kini unggul atas Erdogan dalam beberapa jajak pendapat.
|CNBC Indonesia|