بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ Hari ini, 20 Mei, bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Kebangkitan Nasional –sebuah momentum sejarah ketika pada tahun 1908 lahir organisasi Boedi Oetomo sebagai tonggak awal kesadaran kolektif bangsa Indonesia untuk bangkit dari penjajahan menuju kemerdekaan.
Lebih dari seabad telah berlalu, namun pertanyaan besar muncul di tengah-tengah kita: Apakah semangat kebangkitan dan nasionalisme itu masih hidup, atau justru memudar?
Di tengah situasi bangsa saat ini, ketika praktik korupsi masih marak di kalangan elite politik, pejabat negara, hingga anggota legislatif, rasa kecewa dan skeptis tumbuh di hati banyak rakyat.
Tindakan mereka yang mengabaikan kepentingan umum demi keuntungan pribadi telah mengkhianati nilai-nilai kebangsaan yang dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata.
Namun, nasionalisme sejati tidak lahir dari kekuasaan, melainkan dari kesadaran rakyat. Ia hidup dalam guru yang mendidik dengan hati, petani yang jujur bekerja di ladang, mahasiswa yang kritis membela kebenaran, dan aktivis sosial yang mengabdi tanpa pamrih. Di tangan merekalah semangat kebangkitan itu sebenarnya masih menyala –meski kadang redup oleh kabut kekecewaan.
Hari Kebangkitan Nasional seharusnya tidak menjadi rutinitas seremoni belaka. Ia adalah pengingat bahwa bangsa ini pernah bangkit karena persatuan, pendidikan, dan perjuangan moral. Maka jika kita ingin benar-benar merayakannya, kita harus jujur bertanya: Apakah hari ini kita sedang bangkit? Atau justru tertidur dalam kompromi dan kepentingan jangka pendek?
Kebangkitan hari ini bukan lagi melawan penjajah asing, melainkan melawan musuh internal bangsa: korupsi, ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan ketidakpedulian terhadap sesama. Oleh karena itu, nasionalisme harus dimaknai ulang sebagai keberanian untuk jujur, adil, dan bekerja demi kebaikan bersama.
Mari kita jadikan 20 Mei bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi membangkitkan kembali kesadaran untuk memperjuangkan masa depan yang lebih jujur, adil, dan bermartabat. Karena sejatinya, nasionalisme bukan hanya milik mereka yang berkuasa, tetapi milik kita semua yang mencintai negeri ini dengan tindakan nyata. (FR)