بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ Lao Zi, filsuf besar dari Timur, dalam kebijaksanaannya berkata:
“Budi pekerti yang paling luhur memiliki sifat seperti air. Air memberi kehidupan kepada semua tanpa bersaing. Berada di tempat yang paling rendah yang paling tidak disukai orang. Maka budi pekertinya sudah mendekati Dao.”
Dalam kutipan ini, Lao Zi mengajak kita merenungkan tentang keutamaan dan kebajikan yang sejati. Ia tidak menunjuk pada kekuatan yang mendominasi atau kecerdasan yang memikat, tetapi pada kerendahan hati yang hening dan memberi, sebagaimana sifat air.
Air tidak memilih kepada siapa ia memberi manfaat. Ia menghidupi rerumputan kecil maupun pohon besar, ia membasahi tanah subur maupun kering, tanpa memilah dan menuntut balas. Dalam diamnya, ia memberi kehidupan.
Budi pekerti seperti air berarti bersedia hadir untuk yang lain, tanpa pamrih, tanpa ego. Tak butuh tepuk tangan, tak ingin berada di tempat tinggi yang diagungkan.
Justru sebaliknya, air rela berada di tempat rendah –tempat yang kerap dihindari dan diremehkan. Di situlah letak keagungannya: rendah hati, namun menjadi sumber kehidupan.
Refleksi ini menjadi sangat relevan di tengah kehidupan modern yang dipenuhi semangat persaingan, ambisi, dan hasrat menjadi yang terdepan.
Kita hidup di zaman yang terlalu bising dengan keinginan untuk unggul, untuk diakui, untuk lebih dari orang lain. Sementara itu, budi pekerti sejati justru meminta kita untuk menjadi rendah, namun bermakna; untuk tidak bersaing, tapi memberi manfaat.
Seorang guru, seorang pemimpin, seorang pelayan masyarakat –semua seharusnya belajar dari air. Tidak menyombongkan ilmu atau kekuasaan, tidak mengambil yang bukan haknya, tetapi hadir memberi, melayani, dan menghidupi orang lain dengan tulus. Bukan menuntut tempat tinggi, tetapi bersedia menjadi fondasi.
Dan jika kita ingin hidup selaras dengan kebenaran tertinggi –dengan Dao, atau jalan Tuhan– maka jalan itu bukanlah jalan kemegahan, tapi jalan kerendahan hati dan keikhlasan.
Sebab hanya yang merendah, yang akan ditinggikan. Seperti air, yang terus mengalir ke bawah, namun dari situlah kehidupan bermula.
Dalam dunia yang gersang oleh ketulusan dan penuh oleh pencitraan, semoga kita menjadi seperti air: tenang, jernih, meresap dalam, dan menghidupi banyak hal tanpa berkata apa-apa. (FR)
