Gelombang penutupan bisnis kuliner di Singapura semakin mengkhawatirkan. Data terbaru menunjukkan, rata-rata 307 outlet makanan dan minuman (F&B) tutup setiap bulan sepanjang 2025, meningkat dari 254 outlet per bulan 2024.

Tren ini tidak hanya melanda usaha kecil, tetapi juga restoran mewah dan tempat makan legendaris.

Salah satu yang terbaru adalah klub anggota eksklusif 1880 di Robertson Quay, yang mengumumkan penutupan permanen pada Selasa (17/6/2025), karena menurunnya jumlah pengunjung dan pengeluaran anggota.

“Frekuensi kunjungan dan belanja anggota terus merosot. Kami membutuhkan restrukturisasi dan efisiensi operasional,” tulis manajemen 1880 dalam pernyataan resmi, seperti dikutip Channel News Asia, Rabu (18/6/2025).

Hal ini bukan kali pertama grup 1880 menghadapi masalah. Cabangnya di Hong Kong juga ditutup pada 30 Mei 2025, kurang dari setahun setelah dibuka.

Meningkatnya biaya sewa, bahan baku, dan tenaga kerja disebut sebagai penyebab utama kolapsnya bisnis F&B di Singapura. New Scissor-Cut Curry Rice, restoran legendaris di Geylang yang beroperasi selama 30 tahun, terpaksa menutup pintu bulan lalu karena beban biaya yang semakin berat.

“Biaya sewa dan operasional semakin tidak tertahankan,” keluh pemilik restoran tersebut.

Menurut Reuters, penurunan belanja konsumen turut memperparah kondisi. Survei Mercer 2024 menempatkan Singapura sebagai kota termahal kedua di dunia setelah Hong Kong, membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang.

Gelombang penutupan tidak pandang bulu, mulai dari kedai makanan murah hingga restoran high-end ikut terkena dampak.

Data pemerintah menunjukkan, angka penutupan bisnis F&B terus meroket dari rata-rata 230 per bulan pada 2022-2023 menjadi 307 per bulan di 2025.

Banyak pemilik usaha kesulitan menutup biaya tetap seperti sewa dan gaji karyawan. Para pelaku usaha mendesak pemerintah memberikan insentif, seperti keringanan pajak atau subsidi sewa, untuk mencegah gelombang PHK lebih besar.

Tanpa intervensi, diperkirakan lebih banyak restoran akan gulung tikar dalam beberapa bulan ke depan.

“Jika kondisi tidak membaik, yang tersisa hanyalah jaringan besar dengan modal kuat. Usaha kecil dan menengah akan semakin tersingkir,” ungkap seorang pemilik kedai kopi di Chinatown.

|Sindo News|