Meta dalam beberapa bulan terakhir melakukan serangkaian perubahan besar pada divisi kecerdasan buatannya (AI).
Setelah membagi unit AI, membentuk laboratorium superintelligence, hingga merekrut peneliti dengan tawaran fantastis, kini perusahaan menunjuk Alexandr Wang, pendiri Scale AI berusia 28 tahun, sebagai pemimpin utama seluruh operasi.
Dikutip puck.news, Meta sebelumnya sempat membagi divisi AI menjadi dua:
Tim produk yang menangani integrasi AI pada Facebook, Instagram, dan WhatsApp
AGI Foundations yang berfokus pada pengembangan model bahasa besar Llama
Namun, menurut laporan terbaru, struktur itu kembali dirombak Wang menjadi empat kelompok:
TBD Lab untuk superintelligence
Unit produk
Tim pusat data dan infrastruktur
FAIR (Fundamental AI Research) yang dipimpin oleh Yann LeCun
Dalam memo internal yang diperoleh Business Insider, Wang mengumumkan pembubaran AGI Foundations dan menegaskan bahwa riset FAIR akan menopang TBD Lab.
Ia juga memastikan bahwa setiap kepala divisi, termasuk Yann LeCun, kini melapor langsung kepadanya, kecuali kepala ilmuwan baru Meta, Shengjia Zhao, salah satu pencipta ChatGPT.
Meski belum ada PHK, The New York Times melaporkan bahwa opsi pengurangan staf tengah dipertimbangkan.
Meta menolak mengomentari isu tersebut, tetapi juru bicara Meta Andy Stone menegaskan melalui X bahwa perusahaan hanya melakukan perencanaan organisasi dasar, menciptakan struktur yang solid untuk upaya superintelligence, serta menjalani latihan penganggaran dan perencanaan tahunan.
Wang pun membantah kabar negatif seputar restrukturisasi. Dalam unggahan di X, ia menulis: “Meta benar-benar semakin berinvestasi di Meta Superintelligence Labs sebagai sebuah perusahaan. Laporan apa pun yang menyatakan sebaliknya jelas keliru.”
Namun langkah Meta dipandang sebagian analis sebagai upaya tergesa-gesa Zuckerberg untuk mengejar persaingan.
Roadmap yang disampaikan Wang menekankan penskalaan model besar untuk mencapai kecerdasan super di seluruh pelatihan pra, penalaran, dan pasca, pendekatan yang sama seperti mayoritas perusahaan lain.
Ia juga menyebut rencana eksplorasi model “omni” atau multimodal yang mampu menghasilkan teks, gambar, dan video.
Pendekatan ini menuai kritik dari Yann LeCun, yang berulang kali menolak istilah AGI dan menyebut LLM sekadar “token generators.”
Maksudnya sebagai genarator tokken adalah LLM hanya memprediksi kata berikutnya (token demi token) berdasarkan pola statistik dalam data teks. Mesin itu tidak benar-benar memahami dunia nyata atau punya representasi konseptual yang stabil tentang realitas.
LeCun menekankan bahwa kecerdasan umum (AGI) mestinya jauh lebih dari sekadar prediksi teks:
Menurutnya, model generasi baru seharusnya memahami dunia fisik, memiliki ingatan yang kuat, dan lebih mampu merencanakan serta bernalar.
Ironisnya, Yann LeCun kini justru masuk lebih jauh dalam proyek superintelligence Meta yang bertumpu pada LLM berskala besar.
Meski begitu, ambisi Zuckerberg pada AI tetap berkelindan dengan kepentingan bisnis. Meta masih mengandalkan pendapatan iklan dari platform sosial dan perpesanan, sementara investasi pada realitas virtual dan kacamata pintar diproyeksikan menembus US$100 miliar tahun ini.
Di tengah perlombaan AI, membangun citra sebagai pemimpin riset tampaknya sama pentingnya dengan menghadirkan produk komersial nyata. (DH)
Sumber : IDN Financials. Foto : Alexandr Wang. Fotografer: David Paul Morris/Bloomberg via Getty Images