Harga emas dunia terus mencetak rekor baru, naik lebih dari 65% sepanjang tahun ini hingga mendekati US$ 4.350 (Rp 72,1 juta) per ons.

Meski harga emas dunia melonjak tajam, Warren Buffett tetap enggan berinvestasi. Berikut alasan Warren Buffett enggan beli emas.

Kenaikan harga emas seiring dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap inflasi tinggi, ketidakpastian ekonomi global, serta gejolak di pasar saham dan perdagangan internasional.

Kenaikan tajam ini memperkuat daya tarik emas sebagai aset lindung nilai (safe haven), karena memiliki permintaan universal, mudah diperjualbelikan, dan pasokannya terbatas. Namun, bagi investor legendaris Warren Buffett, emas bukanlah pilihan investasi jangka panjang yang menarik.

Dalam surat tahunannya kepada pemegang saham Berkshire Hathaway pada 2011, Buffett menilai emas sebagai aset yang “tidak produktif” karena tidak menghasilkan arus kas atau menciptakan nilai tambah. Ia menulis, logam mulia itu tidak memiliki banyak kegunaan dan tidak menghasilkan apa pun.

Warren Buffett juga pernah mengatakan dalam sebuah wawancara 2011, emas adalah cara untuk ikut dalam rasa takut. Menurutnya, harga emas bergantung pada sentimen pasar, yaitu meningkat ketika investor panik terhadap kondisi ekonomi dan menurun saat pasar optimistis.

Investor yang dijuluki “Oracle of Omaha” itu lebih memilih aset produktif seperti perusahaan atau properti yang mampu menghasilkan keuntungan dan bertumbuh dari waktu ke waktu.

Meski begitu, Buffett sempat mengejutkan pasar pada kuartal II-2020 ketika Berkshire Hathaway membeli saham Barrick Gold senilai US$ 565 juta, salah satu perusahaan tambang emas terbesar di dunia. Namun, langkah itu hanya berlangsung singkat, Buffett menjual seluruh saham Barrick Gold pada akhir tahun yang sama.

Sementara Warren Buffett tetap skeptis, sejumlah analis dan manajer investasi justru mendorong masyarakat untuk menambah porsi investasi emas.

Kepala investasi Morgan Stanley Mike Wilson menyarankan investor menempatkan hingga 20% portofolio pada emas untuk melindungi diri dari inflasi.

Pendiri Bridgewater Associates, Ray Dalio, juga menilai emas berperan penting sebagai pelindung dari risiko utang dan ketidakstabilan pasar dengan rekomendasi alokasi 10%–15%.

Adapun analis dari VanEck David Schlesser memperkirakan harga emas bisa menembus US$ 5.000 per ons pada 2026, seiring meningkatnya minat investor terhadap aset lindung nilai seperti emas dan bitcoin.

Schlesser menyebut keduanya sebagai aset penyimpan nilai terdesentralisasi yang tidak bergantung pada kebijakan pemerintah.

Bagi Warren Buffett, lonjakan harga emas tetap tidak mengubah pandangannya. Ia menegaskan bahwa kekayaan jangka panjang dibangun melalui aset yang menghasilkan arus kas, bukan dari kenaikan harga sesaat.

“Kenaikan harga emas mungkin menarik bagi sebagian orang, tetapi tidak bisa menggantikan strategi investasi berbasis nilai,” tulis Buffett dalam suratnya.

Kenaikan harga emas global pada 2025 didorong oleh kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi dunia, kebijakan suku bunga rendah di Amerika Serikat (AS), serta meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China.

Bank sentral di berbagai negara juga terus meningkatkan cadangan emas mereka untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.

Selain itu, investor institusi besar seperti hedge fund dan sovereign wealth fund mulai menambah porsi emas dalam portofolio mereka sebagai respons terhadap gejolak pasar saham dan mata uang kripto.

Kondisi ini membuat permintaan emas melonjak, memicu harga naik ke level tertinggi sepanjang masa.

Sumber : Investor. Warren Buffett. (Foto: AP/ Nati Harnik)