Nvidia kembali mencetak sejarah di dunia teknologi. Pada Rabu (29/10/2025), perusahaan chip asal Amerika Serikat ini resmi menjadi emiten pertama di dunia yang menembus kapitalisasi pasar 5 triliun dollar AS, atau sekitar Rp 83.000 triliun.

Pencapaian luar biasa ini tidak lepas dari melonjaknya permintaan global terhadap chip kecerdasan buatan (AI) serta ekspansi besar-besaran yang tengah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi.

Di balik keberhasilan raksasa teknologi ini berdiri sosok Jensen Huang, pendiri sekaligus CEO Nvidia, yang memulai perjalanannya jauh dari kemewahan, dari seorang tukang cuci piring di restoran hingga menjadi pemimpin perusahaan teknologi paling bernilai di dunia.

Lantas, bagaimana kisah perjalanan hidup Jensen Huang hingga mampu membawa Nvidia ke puncak kesuksesan? Selengkapnya berikut ini uraian profil dan perjalanan karirnya.

Profil Jensen Huang
Jensen Huang, pendiri sekaligus CEO Nvidia, kini dikenal sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia teknologi dan termasuk dalam jajaran 20 orang terkaya di dunia.

Berdasarkan data Bloomberg Billionaires Index per Mei 2025, kekayaan Huang mencapai 91,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1.464 triliun, meningkat tajam dari awal tahun yang masih di kisaran 77 miliar dolar AS.

Lonjakan kekayaannya tak lepas dari naiknya harga saham Nvidia seiring permintaan global terhadap chip kecerdasan buatan (AI).

Dengan kapitalisasi pasar mencapai lebih dari 2,5 triliun dolar AS, Nvidia kini menjadi perusahaan paling bernilai ketiga di dunia, berada tepat di bawah Microsoft dan Apple.

Pernah Jadi Tukang Cuci Piring
Perjalanan hidup Jensen Huang jauh dari kata instan. Pria kelahiran Tainan, Taiwan, tahun 1963 ini tumbuh dalam keluarga sederhana yang sering berpindah tempat tinggal.

Saat berusia lima tahun, keluarganya pindah ke Thailand, sebelum akhirnya menetap di Amerika Serikat ketika ayahnya mengikuti program pelatihan kerja di perusahaan pendingin udara Carrier.

Meski hidup serba terbatas, keluarganya menanamkan nilai disiplin dan kerja keras. Ibunya bahkan belajar bahasa Inggris bersama anak-anaknya dan meminta mereka menghafal sepuluh kosakata baru setiap hari.

Di usia sembilan tahun, Huang dan kakaknya dikirim lebih dulu ke Amerika Serikat dan tinggal di Oneida Baptist Institute, sekolah berasrama di Kentucky yang dikenal dengan kedisiplinannya.

Setelah beberapa tahun, keluarganya kembali berkumpul dan menetap di Portland, Oregon, tempat Huang menamatkan sekolah menengah atas lebih cepat dari teman sebayanya, pada usia 16 tahun.

Setelah lulus SMA, Huang bekerja sebagai tukang cuci piring di restoran khas Amerika. Pekerjaan sederhana itu menjadi pengalaman yang sangat berkesan baginya.

Ia pernah mengatakan bahwa dari pekerjaan tersebut, ia belajar arti tanggung jawab, efisiensi, dan kerendahan hati.

Tak lama kemudian, ia dipromosikan menjadi pelayan, sebuah momen kecil yang selalu ia kenang sebagai simbol dari usaha dan ketekunan.

Awal Karier di Dunia Teknologi
Huang melanjutkan pendidikan tinggi di Oregon State University, mengambil jurusan teknik elektro. Di kampus inilah ia bertemu calon istrinya, Lori, yang saat itu menjadi rekan satu laboratorium.

Setelah lulus pada tahun 1984, Huang bekerja di beberapa perusahaan besar di bidang semikonduktor seperti AMD dan LSI Logic, dua nama yang kelak menjadi kompetitor Nvidia di industri chip global.

Di sela kesibukan bekerja, Huang tetap melanjutkan pendidikannya dengan mengambil program magister teknik elektro di Stanford University, dan berhasil lulus pada tahun 1992. Setahun kemudian, bersama Chris Malachowsky dan Curtis Priem, ia mendirikan Nvidia.

Ide pendirian perusahaan ini muncul dari obrolan di restoran Denny’s di San Jose, California, tempat yang ironisnya mengingatkannya pada masa-masa bekerja sebagai pelayan restoran dulu.

Dengan modal awal hanya 40.000 dolar AS, mereka bertekad membangun chip grafis yang mampu mengubah arah industri komputasi.

Dari Startup ke Perusahaan Bernilai Rp 83.000 Triliun
Seiring waktu, Nvidia tumbuh menjadi pemimpin pasar di bidang grafis komputer dan kecerdasan buatan.

Produk GPU-nya tidak hanya digunakan untuk gim, tetapi juga menjadi tulang punggung dalam pengembangan AI, data center, hingga superkomputer modern.

Kini, Nvidia telah menjadi raksasa teknologi global dengan valuasi mencapai 5 triliun dolar AS (sekitar Rp 83.000 triliun).

Jensen Huang pun dikenal sebagai sosok visioner yang memadukan kecerdasan teknis, kepemimpinan kuat, dan keberanian mengambil risiko.

Dari seorang tukang cuci piring hingga menjadi CEO salah satu perusahaan paling bernilai di dunia, kisah Huang adalah bukti bahwa kerja keras dan visi jangka panjang dapat mengubah nasib seseorang secara luar biasa.

Sumber : Kompas