Pasar kripto global kembali diselimuti ketakutan besar setelah muncul peringatan serius mengenai potensi keruntuhan/collapse pasar yang nilainya mencapai US$ 3 triliun pada 2026.

Peringatan ini datang dari ahli strategi senior yang menyebutkan harga Bitcoin (BTC) dapat anjlok hingga mencapai US$ 10.000.

Kekhawatiran akan crash ini semakin memuncak di kalangan investor, bahkan dari pihak yang paling optimis sekalipun, lapor Forbes, Rabu (17/12/2025).

Ini seiring dengan kesulitan yang dialami harga Bitcoin dan mata uang kripto lainnya sejak mencapai puncaknya pada Oktober 2025.

Harga Bitcoin Anjlok 30% Mirip Skenario Pra-Krisis 2008

Sejak mencapai puncak US$ 126.000 per koin, harga Bitcoin telah jatuh lebih dari 30% menjadi sedikit di atas US$ 85.000. Penurunan drastis ini terjadi bersamaan dengan prediksi miliarder Tesla, Elon Musk, tentang kemungkinan “akhir dari uang”.

Di tengah ketegangan para trader yang bersiap menghadapi guncangan kebijakan The Federal Reserve (The Fed) senilai US$ 30 triliun, harga Bitcoin saat ini berada di ambang kehancuran besar yang berpotensi menghapus hampir semua mata uang kripto.

Mike McGlone selaku Ahli Strategi Komoditas Senior di Bloomberg Intelligence mengungkapkan kekhawatirannya melalui LinkedIn:

“Reli Bitcoin di atas US$ 100.000 mungkin telah memicu siklus kembali menuju US$ 10.000, berpotensi terjadi pada 2026. Pembalikan penciptaan kekayaan kemungkinan besar akan mendorong resesi berikutnya, dipimpin oleh keruntuhan aset digital yang sangat spekulatif dan memiliki pasokan tak terbatas, kebanyakan dari aset tersebut tidak melacak apa pun,” jelas Mike McGlone, Ahli Strategi Komoditas Senior Bloomberg Intelligence.

Jika skenario terburuk ini terjadi, anjloknya harga Bitcoin hampir 90% ke US$ 10.000 sebagai level yang terakhir terlihat sejak 2020 dapat menyebabkan pasar kripto yang lebih luas. Saat ini valuasi kripto bernilai US$ 3 triliun, menyusut drastis hingga tersisa sekitar US$ 300 miliar.

Ancaman “Deflasi Pascainflasi” dan Bayang-Bayang 2007

McGlone menunjuk pada penurunan harga Bitcoin sejak Oktober 2025, memperingatkan kemerosotan ini dapat terus berlanjut akibat apa yang disebutnya sebagai deflasi pascainflasi (post-inflation deflation).

“Bitcoin jatuh bersama dengan dana The Fed. Sejak The Fed memotong 25 basis poin (bps) pada 17 September, Bitcoin telah turun hampir 25%. Apakah ini awal dari deflasi pascainflasi atau hanya penurunan dalam tren kenaikan? Kecenderungan saya adalah yang pertama,” tulis McGlone di platform X.

Lebih lanjut, McGlone membandingkan kondisi pasar kripto saat ini dengan pasar saham pada 2007. Kala itu, pasar saham AS mencapai rekor tertinggi di saat The Fed mulai memangkas suku bunga untuk mengatasi tekanan ekonomi yang muncul. Meskipun terjadi pemotongan suku bunga, saham memuncak sesaat kemudian dan jatuh lebih dari 50% hingga krisis keuangan 2008.

“Jatuhnya Bitcoin mungkin mencerminkan pasar saham 2007 versus The Fed,” tegasnya.

Analisis Lain: Pasar Kripto Kehabisan Tenaga

Kekhawatiran tidak hanya datang dari Bloomberg Intelligence. Analis kripto lainnya, Analis Pasar Senior di Trade Nation David Morrison juga memperingatkan pasar yang sudah lelah ini berisiko mengalami penurunan segera. “Bitcoin mencatatkan kenaikan kecil pagi ini, tetapi tidak cukup untuk menutupi kerugian kemarin,” ujar Morrison.

Meskipun Bitcoin sempat rebound dari level terendah multi-bulan dekat US$ 80.000 pada November 2025, kata Morrison, kini terlihat kehabisan tenaga. Morrison menambahkan adanya bahaya nyata harga akan menembus kembali di bawah level terendah baru-baru ini.

“Jika demikian, penarikan kembali ke US$ 80.000 tidak dapat dikesampingkan,” tutupnya.

Harga Bitcoin dan pasar kripto secara historis menunjukkan sensitivitas tinggi terhadap likuiditas global dan kebijakan moneter The Fed. Selama periode stimulus ekonomi dan suku bunga sangat rendah, aset-aset berisiko tinggi seperti kripto cenderung mengalami kenaikan harga signifikan karena dana yang tersedia untuk investasi spekulatif melimpah.

Namun ketika The Fed mengencangkan kebijakan moneternya, misalnya melalui kenaikan suku bunga atau penarikan likuiditas untuk mengendalikan inflasi, aset spekulatif sering kali menjadi yang pertama dijual oleh investor.

Pandangan McGlone yang memprediksi crash pada 2026 didasarkan pada siklus ekonomi periode “penciptaan kekayaan” yang didorong oleh aset high-risk akan mengalami pembalikan/ reversi. Risiko crash ini diperburuk oleh sifat sebagian besar aset digital yang tidak melacak apa pun, menjadikannya sangat rentan terhadap resesi atau kondisi deflasi pascainflasi yang dipicu oleh kebijakan moneter The Fed.

Sumber : Investor. Ketua Dewan Gubernur The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mungkin akan menggagalkan harga bitcoin, yang sedang berada di ambang kehancuran total. (Foto: Gettys)