بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Sang ayah tersenyum mendengar pertanyaan anaknya. “Nak, Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan sebagai bentuk kemuliaan dan keberkahan yang luar biasa. Ini bukan kebetulan, melainkan bagian dari kehendak Tuhan yang penuh hikmah.”
Sang anak mengernyitkan dahi, “Tapi, Ayah, kenapa harus Ramadhan? Kenapa bukan bulan lain?”
Sang ayah menatap anaknya dengan lembut, lalu menjelaskan, “Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan pembersihan jiwa. Saat seseorang berpuasa, ia tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi juga mengendalikan hawa nafsu, mengasah ketakwaan, dan membersihkan hati. Dalam kondisi seperti ini, hati manusia menjadi lebih terbuka untuk menerima cahaya petunjuk. Maka, ketika wahyu pertama turun kepada Nabi Muhammad di Gua Hira pada malam Lailatul Qadar, hal itu menjadi simbol bahwa Ramadhan adalah bulan pencerahan bagi umat manusia.”
Sang anak merenung, “Jadi, Tuhan memilih bulan Ramadhan karena manusia lebih siap menerima wahyu?”
Sang ayah mengangguk, “Tepat sekali, nak. Tuhan ingin manusia benar-benar merasakan, memahami, dan menghayati petunjuk-Nya dalam kondisi hati yang bersih. Oleh karena itu, Ramadhan bukan sekadar bulan puasa, tapi juga bulan pendidikan spiritual, bulan di mana manusia kembali kepada fitrahnya.”
Sang anak tersenyum, “Jadi, kalau kita ingin memahami Al-Qur’an dengan lebih baik, kita harus mendekatinya dengan hati yang bersih, seperti dalam keadaan kita di bulan Ramadhan?”
Sang ayah mengangguk penuh kebanggaan, “Benar sekali. Al-Qur’an diturunkan di bulan Ramadhan agar manusia memahami bahwa petunjuk itu bukan sekadar untuk dibaca, tapi untuk diterima dengan hati yang suci dan diamalkan sepanjang hidup.” (FR)