Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menegaskan mitigasi terhadap risiko kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI), termasuk penyebaran disinformasi, akan diatur melalui Pedoman Etika Kecerdasan Artifisial yang tengah disiapkan.
“Untuk memitigasi risiko-risiko yang timbul dari pengembangan AI, para pihak (pengembang) perlu melakukan langkah-langkah pelindungan (safeguards). Pedoman Etika tersebut diharapkan dapat menjadi panduan bagi masing-masing sektor untuk mengembangkan pedoman etikanya,” kata Direktur Kecerdasan Artifisial dan Ekosistem Teknologi Baru Kemkomdigi, Aju Widya Sari, Jumat (5/9/2025) dikutip dari Antara.
Kemkomdigi saat ini telah mengajukan izin prakarsa Peraturan Presiden (Perpres) untuk aturan tersebut, bersamaan dengan selesainya tahap konsultasi publik pada 29 Agustus 2025.
Dalam draf yang dipublikasikan, pemerintah menempatkan disinformasi sebagai risiko mikro pengembangan AI. Teknologi ini dinilai berpotensi menghasilkan konten palsu seperti deepfake yang rawan disalahgunakan untuk manipulasi informasi, bahkan hingga menggerus integritas proses demokrasi.
Aju menambahkan, pencegahan disinformasi masuk sebagai salah satu studi kasus yang diajukan Kemkomdigi untuk program Quick Wins pemerintah.
“Pencegahan disinformasi menjadi salah satu use case kecerdasan artifisial yang diusulkan untuk menjadi program Quick Wins, di mana Komdigi menjadi aktor penanggung jawabnya,” ujar Aju.
Fenomena disinformasi selama ini memang digolongkan pemerintah sebagai ancaman serius di ruang digital, bersama fitnah dan ujaran kebencian (DFK). Berdasarkan data Kemkomdigi, hingga akhir Agustus 2025, tercatat 1.404.387 konten negatif telah ditangani, termasuk kategori disinformasi.
Sumber : Inilah.com