Investor legendaris sekaligus miliarder Ray Dalio melontarkan peringatan keras terkait masa depan Amerika Serikat dan Inggris.

Ia mengaku tidak optimistis terhadap arah kedua negara tersebut. “Saya percaya kita sedang menuju masa yang sangat, sangat gelap,” ujarnya.

Dilansir dari Yahoo Finance pada Senin (22/9/2025) waktu setempat, berdasarkan studi pribadinya atas sejarah 500 tahun terakhir, pendiri hedge fund terbesar di dunia, Bridgewater Associates, menemukan adanya pola siklus 80 tahunan yang berulang. Pola itu, menurut Dalio, kini mengisyaratkan era penuh konflik global maupun domestik sudah di depan mata.

Dalio menyusun kerangka analisisnya dari lima kekuatan besar yang mendorong perjalanan sejarah: uang dan utang, konflik internal, konflik geopolitik, bencana alam, serta daya cipta manusia, terutama teknologi. Menurutnya, baik AS maupun Inggris memperlihatkan gejala kuat bahwa siklus mereka mendekati fase berbahaya.

“Inggris menghadapi masalah keuangan, pemerintah dibebani utang,” jelasnya dalam podcast Diary of a CEO. Ia menekankan bahwa ketika utang meningkat melampaui pendapatan, ekonomi akan tertekan, dan kondisi ini biasanya disertai dengan konflik internal yang semakin tajam.

Kesenjangan besar dalam kekayaan dan kesempatan, kata Dalio, memperdalam jurang antara kubu kiri dan kanan hingga masyarakat kehilangan kepercayaan pada sistem. Inggris, lanjutnya, juga tidak memiliki budaya inovasi dan pasar modal sekuat AS, sehingga prospeknya kian terbatas. Produktivitas pun stagnan selama hampir dua dekade.

Diane Coyle, profesor kebijakan publik Universitas Cambridge, pernah menyatakan kepada Planet Money (2022), “Produktivitas kami mendatar sejak pertengahan 2000-an. Meski negara lain melambat, perlambatan kami jauh lebih buruk dari siapa pun.”

Laporan London School of Economics tahun lalu juga menyebut Inggris mengalami kontraksi produktivitas tenaga kerja paling parah setelah krisis keuangan dibandingkan AS, Jerman, dan Prancis.

Dalio pun memandang Amerika Serikat menghadapi tantangan tak kalah besar. Meski mengakui budaya kewirausahaan dan inovasi di sana, ia menegaskan AS kini dibebani utang besar dan polarisasi politik akut akibat kesenjangan kekayaan dan nilai, hingga menimbulkan risiko terhadap stabilitas demokrasi.

Selain itu, AS terlibat dalam “konflik kekuatan besar” dengan Tiongkok, terutama melalui perang teknologi yang akan menentukan tatanan dunia mendatang. “Pemenang perang teknologi akan memenangkan semua perang,” kata Dalio, merujuk pada sejarah pengembangan senjata nuklir.

Saat Dalio berbicara, AS dan Tiongkok—dengan sejumlah taipan dunia seperti Rupert dan Lachlan Murdoch, Larry Ellison, serta Michael Dell ikut terlibat—sedang menegosiasikan detail akhir kendali atas TikTok. Di akhir September, isu algoritma menjadi pokok perdebatan ketika Donald Trump dan Xi Jinping bertemu, menegaskan betapa sentralnya teknologi dalam perebutan kekuatan global ini.

Meski pandangannya suram, Dalio tidak bermaksud menebar keputusasaan, melainkan mendorong individu untuk bersiap menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian. “Pertanyaan penting bukanlah apakah perlu khawatir, melainkan bagaimana kita menghadapinya,” katanya.

Dalio memberi sejumlah nasihat praktis. Ia menekankan pentingnya fleksibilitas dan mobilitas, mengutip pepatah Tiongkok: “kelinci cerdas punya tiga lubang.” Artinya, seseorang perlu menyiapkan alternatif, baik tempat tinggal maupun alokasi modal, agar bisa berpindah ke situasi yang lebih aman saat kondisi memburuk.

Ia juga mengingatkan agar jangan terlalu terikat pada aset seperti rumah, karena hal itu bisa mengurangi fleksibilitas dalam dunia yang cepat berubah.

Secara finansial, Dalio menganjurkan disiplin dalam memperoleh, membelanjakan, dan menabung uang, disertai investasi yang bijak.

Di level personal, ia mendorong individu mengenali sifat dasar dirinya dan menemukan jalan hidup yang sesuai. Bagi mereka yang baru merintis karier, Dalio menilai prioritas utama seharusnya adalah belajar dari mentor terbaik, bukan sekadar mengejar gaji besar.

Menurut Dalio, hidup yang paling memuaskan lahir dari pekerjaan bermakna dan hubungan bermakna, bukan semata dari tumpukan uang. Prinsip ini sejalan dengan pedoman pribadinya: “Rasa sakit ditambah refleksi sama dengan kemajuan.”

Dalio percaya, pelajaran terbaik lahir dari pengalaman sulit. “Saya belajar dari proses itu, dan dari situlah Bridgewater tumbuh menjadi hedge fund terbesar di dunia,” ujarnya.

Ia menambahkan, meski akhirnya menjadi sangat kaya, tujuannya sejak awal bukanlah kekayaan, melainkan menjalani permainan hidup dengan pekerjaan bermakna dan hubungan bermakna. (SA)

Sumber : IDN Financials