Penurunan daya beli masyarakat dalam beberapa waktu belakangan disinyalir turut memengaruhi preferensi nasabah dalam membayar asuransi dari jenis premi tunggal ke reguler.

Namun demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pergeseran perilaku masyarakat tidak berdiri sendiri hanya karena pengaruh lemahnya daya beli.

OJK dalam laporannya menyebut bahwa per Oktober 2025, pendapatan premi untuk premi tunggal (single premium) adalah sebesar Rp 23,07 triliun sementara pendapatan premi untuk premi reguler (regular premium) tercatat sebesar Rp 14,26 triliun. Baik premi tunggal maupun reguler sama-sama tumbuh positif.

Di sektor asuransi jiwa, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat bahwa pergeseran perilaku nasabah ke premi reguler dapat dilihat lebih jelas. Pada periode Januari-September 2025, premi tunggal yang dikumpulkan perusahaan asuransi jiwa turun 9,9% year on year (yoy) menjadi sebesar Rp 50,18 triliun. Sedangkan premi reguler tumbuh 5,0% yoy menjadi sebesar Rp 83,04 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun, Ogi Prastomiyono, menyampaikan bahwa fenomena ini tidak semata-mata disebabkan oleh pelemahan daya beli, tetapi juga dipengaruhi oleh peningkatan kehati-hatian konsumen, kebutuhan pengelolaan arus kas yang lebih fleksibel, serta penyesuaian desain dan pemasaran produk oleh perusahaan asuransi.

“OJK memandang pergeseran ini sebagai bagian dari dinamika pasar dan mendorong agar produk yang ditawarkan tetap sesuai dengan kebutuhan nasabah dan prinsip perlindungan konsumen,” terang Ogi mengutip Investor, Senin (29/12/2025).

Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, menyampaikan bahwa perubahan perilaku masyarakat Indonesia dalam membayar premi asuransi tak bisa lepas dari perkembangan ekonomi saat ini.

Tapi di samping itu, lonjakan pada premi reguler ini juga sebuah indikasi penetrasi lebih lanjut perusahaan asuransi ke segmen menengah-bawah.

“Ini menunjukkan, di luar pelemahan ekonomi… mungkin ada semacam shifting bahwa kami mulai juga memperluas pasar pendistribusian produk asuransi jiwa ini kepada masyarakat yang menengah ke bawah ketika tadinya banyak menyasar yang atas atau pilihan yang kedua,” jelas Budi.

Selain itu, Budi menyebut bahwa indikasi lainnya yaitu perusahaan asuransi jiwa yang tidak hanya melakukan pendalaman pasar di kota-kota besar dengan kemampuan bayarnya lebih tinggi, namun mulai masuk ke beberapa kota lapis kedua atau satu lapis di bawahnya.

Di kota-kota baru ini meskipun kemampuan bayar nasabah lebih rendah, keinginan berasuransi mereka tetap tinggi dengan memanfaatkan fasilitas premi reguler.

Sumber : Investor