Iran memberi peringatan baru ke Israel. Negara itu mengatakan bahwa proksi tidak akan “tinggal diam” terhadap perang Israel-Hamas.

Menurutnya, wajar jika sejumlah kelompok menyerang Israel sehubungan dengan perang terhadap Hamas. Negeri itu bahkan menyebut akan ada dampak yang lebih luas jika gencatan senjata tidak tercapai.

Pernyataan tersebut dibuat oleh diplomat top Iran Hossein Amir-Abdollahian di ibu kota Qatar, Doha, Selasa. Pernyataan kelar setelah ia bertemu dengan Emir Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani dan mitranya dari Qatar untuk membahas dorongan bagi terobosan diplomatik.

“Wajar jika kelompok dan gerakan perlawanan tidak tinggal diam terhadap semua kejahatan yang dilakukan oleh Israel,” kata Amir-Abdollahian dalam sambutan yang disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Iran, dikutip dari AFP Rabu (1/11/2023).

“Mereka tidak akan menunggu saran siapa pun, oleh karena itu kita perlu menggunakan peluang politik terakhir untuk menghentikan perang,” tambahnya seraya menyebut situasi bisa “tidak terkendali”.

Pernyataan Amir-Abdollahian muncul beberapa jam setelah pemberontak Huthi, yang diklaim didukung Teheran di Yaman, mengaku bertanggung jawab atas serangan pesawat tak berawak (drone) di Israel selatan. Kelompok tersebut bersumpah untuk melanjutkan serangannya.

Tak lama setelah itu, militer Israel mengatakan pasukannya mencegat sebuah “rudal permukaan-ke-permukaan” yang ditembakkan ke wilayah Israel dari wilayah Laut Merah. Negeri Zionis itu mengatakan bahwa rudal tersebut “berhasil dicegat” oleh sistem pertahanan udara ‘Panah’.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman mengatakan pihaknya dan Iran telah membahas eskalasi konfrontasi yang berbahaya di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Karena itu pentingnya memajukan upaya gencatan senjata segera.

“Kami juga menekankan perlunya mengintensifkan upaya regional untuk mencegah meluasnya kekerasan dan konflik di kawasan,” ujarnya di media sosial X.

Baik Iran maupun Qatar merupakan pendukung kuat perjuangan Palestina. Kedua negara memiliki saluran komunikasi dengan Hamas, penguasa di Gaza.

Berbeda dengan Iran yang kerap bersitegang dengan Amerika Serikat (AS), Qatar sendiri merupakan tuan rumah pangkalan militer Paman Sam terbesar di Timur Tengah. Meski begitu, negeri itu membuka kantor politik Hamas dan merupakan kediaman utama pemimpinnya yang mengasingkan diri, Ismail Haniyeh.

Perlu diketahui, salurannya dengan Hamas didirikan atas izin AS. Ini untuk memainkan peran utama dalam pembebasan empat sandera Hamas di Gaza.

Serangan ke Kamp Pengungsi
Sementara itu, situasi Gaza makin memburuk. Pengeboman terus terjadi tanpa henti selama lebih dari 24 jam, Selasa-hingga Rabu.

Mengutip laporan Reuters, serangan baru Israel dilakukan termasuk ke kamp pengungsi. Disebut bagaimana rudal Israel menghantam kamp pengungsi padat penduduk di Gaza Utara, Jabalia.

Juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Richard Hecht, membenarkan serangan Israel di kamp pengungsi Jabalia kepada CNN International. Ia mengatakan serangan itu menargetkan “seorang komandan Hamas yang sangat senior di daerah itu”.

“Kami sedang menyelidikinya dan kami akan mengeluarkan lebih banyak data seiring kami mempelajari apa yang terjadi di sana,” katanya.

Makin gencarnya serangan Israel dilakukan pasca Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menolak seruan internasional untuk “jeda kemanusiaan” untuk pengiriman bantuan darurat kepada warga sipil yang menderita akibat kekurangan makanan, obat-obatan, air minum dan bahan bakar. Ia bahkan berjanji melanjutkan rencana untuk memusnahkan Hamas meski korban warga Gaza makin banyak.

Para pejabat di Rumah Sakit Indonesia di Gaza mengatakan lebih dari 50 warga Palestina tewas dalam serangan terbaru tersebut. Sementara 150 lainnya luka-luka.

“Keadaannya menjadi semakin buruk, jam demi jam,” tulis laporan koresponden Al-Jazeera.

“Setiap keluarga, memiliki seseorang yang terbunuh dan terluka. Berita tentang orang terbunuh, ini tidak pernah berakhir,” tambahnya media itu lagi.

Sebuah pernyataan Hamas mengatakan ada total 400 orang tewas dan terluka di Jabalia, sebagaimana dikutip Reuters. Daerah itu sendiri menampung keluarga pengungsi dari perang dengan Israel sejak tahun 1948.

Hingga kini lebih dari 8.000 warga sipil tewas di Gaza. Sebanyak 2.000 lebih di antaranya anak-anak.

Israel sendiri mencatat 1.400 warga sipil tewas. Mereka rata-rata korban serandan mendadak Hamas 7 Oktober.

Source : CNN indonesia