Pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada sejumlah tokoh yang berjasa bagi bangsa dan negara.
Tahun ini ada enam tokoh yang sudah disetujui oleh Presiden Jokowi untuk diberikan gelar tersebut.
Dalam surat Kementerian Sekretaris Negara bernomor R-09/KSN/SM/Gt.02.00/11/2023 yang ditujukan kepada Menteri Sosial , disebutkan nama enam tokoh tersebut. Surat tersebut meminta Kemensos untuk menghadirkan para ahli waris penerima gelar ke Jakarta.
“Presiden RI telah menyetujui dan menetapkan beberapa tokoh Calon Pahlawan Nasional untuk dianugrahkan Gelar Pahlawan Nasional yang akan diselenggarakan pada hari Jumat, tanggal 10 November 2023 di Istana Negara,” tulis surat tersebut seperti dikutip kumparan, Selasa (7/11/2023).
Enam tokoh calon penerima usulan sudah ditetapkan dalam Keppres untuk dianugrahkan Gelar Pahlawan Nasional. Salah satu tokoh yang diberikan gelar adalah Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah.
Lima tokoh lainnya adalah Ida Dewa Agung Jambe dari Bali, Bataha Santiago dari Sulawesi Utara, M. Tabrani dari Jawa Timur, K.H Abdul Chalim dari Jawa Barat, dan K.H. Ahmad Hanafiah dari Lampung.
Lalu, siapakah Ratu Kalinyamat? Bagaimana perjuangannya hingga diberi gelar Pahlawan Nasional?
Ratu Kalinyamat merupakan salah satu tokoh maritim dan ratu di Jepara, Jawa Tengah, yang berperan besar dalam melawan penjajahan Portugis di Indonesia.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan perjuangan gigih Ratu Kalinyamat melawan penjajah sudah diakui dunia. Lestari atau yang biasa disapa Rerie merupakan salah satu pihak yang memperjuangkan Ratu Kalinyamat menjadi Pahlawan Nasional.
Politisi Nasional Demokrat (NasDem) itu menyatakan, sepak terjang Ratu Kalinyamat di abad ke-16 menunjukkan saat itu nusantara mampu membangun kekuatan maritim, sehingga mampu menjaga wilayah kedaulatan negara.
Sementara itu, Tim Pakar Ratu Kalinyamat Yayasan Dharma Bakti Lestari yang diketuai Prof. Dr. Ratno Lukito membeberkan perjuangan Ratu Kalinyamat, yaitu:
1. Berjuang melawan kolonialisme
Ratu Kalinyamat melakukan perjuangan melawan kolonialisme Portugis di Malaka dan Maluku sebanyak empat kali. Pertama tahun 1551 Ratu Kalinyamat bersama Johor mengirim pasukan ke Malaka, kedua tahun 1564–1565 membela dan mengirim pasukan ke Hitu, ketiga tahun 1568 mengirim pasukan ke Malaka, dan keempat tahun 1574 mengirim pasukan ke Malaka.
2. Memiliki integritas moral dan keteladanan.
Sebagai putri dari Sultan Trenggana, Ratu Kalinyamat dipercaya mendidik Pangeran Arya atau Pangeran Jepara, putra Sultan Hasanudin dari Banten. Pada tahun 1579, ketika Ratu Kalinyamat telah meninggal dunia, Pangeran Arya yang bergelar Pangeran Jepara menjadi penguasa Jepara menggantikan Ratu Kalinyamat.
Setelah Pangeran Hadiri meninggal pada 1549, Ratu Kalinyamat tetap menjanda hingga meninggalnya (1579). Ratu Kalinyamat, dapat memberikan keteladanan dalam segala aspek. Dari sisi agama, selain berguru pada Sunan Kudus, dia mendirikan masjid Mantingan tahun 1559 yang ditandai adanya candra sengkala “rupa brahma warna sari.”
Masjid peninggalan Ratu Kalinyamat masih berdiri hingga saat ini. Masjid ini merupakan lembaga yang mengajarkan nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan moral masyarakat. Dari aspek budaya, pada masa kepemimpinannya lahir kerajinan ukir yang ditandai adanya motif ragam ukir di dinding masjid Mantingan.
Motif ukir di masjid Mantingan merupakan motif lokal Jepara sebagai bentuk perpaduan antara motif China, motif Hindu, dan motif Islam. Ini menandakan Ratu Kalinyamat merupakan perintis lahirnya ekonomi kreatif ukir di Jepara.
3. Berjasa terhadap Bangsa dan Negara
Selain karya monumental yang masih dirasakan manfaatnya sampai sekarang (masjid Mantingan, kerajinan ukir, motif ukir, benteng, makam, dan lain-lain), Ratu Kalinyamat telah mengirim armada perang melawan kolonialisme Portugis sebanyak empat kali.
Itu artinya bahwa peran Ratu Kalinyamat tidak hanya dalam lingkup lokal, tetapi juga lingkup regional dan nasional. Dalam konteks sekarang ini, dapat dimaknai bahwa Ratu Kalinyamat mempunyai jiwa dan semangat nasionalisme yang cukup kuat melawan kolonialisme.
Pada saat itu kolonialisme Portugis tidak hanya merugikan pedagang Jepara, tetapi juga pedagang lain yang ada di Nusantara. Ini artinya bahwa Ratu Kalinyamat memikirkan kepentingan yang lebih luas, tidak hanya mementingkan dirinya sendiri.
4. Berkelakuan Baik
Ratu Kalinyamat adalah seorang istri yang setia kepada suaminya dan menyayangi keluarganya. Ratu Kalinyamat beserta suaminya, Pangeran Kalinyamat (Pangeran Hadiri) sangat sedih atas kematian saudaranya, Sunan Prawata sehingga Sang Ratu naik banding ke Sunan Kudus.
Ratu Kalinyamat seorang yang berahlak baik sehingga Ratu Kalinyamat mau menjadi pelindung anak-anak saudaranya. Dua anak almarhum Sunan Prawata yang dibunuh Arya Penangsang diambil sebagai anak angkat. Selain itu, Pangeran Arya, anak Sultan Hasanudin dari Banten, bahkan diangkat sebagai putra mahkota Jepara karena Ratu Kalinyamat tidak memiliki anak.
5. Setia dan Tidak Mengkhianati Bangsa dan Negara
Peperangan melawan kolonialisme Portugis dalam empat serangan ke Malaka dan Maluku tahun 1551 ke Malaka, 1564–1565 ke Hitu, 1568 ke Malaka, dan 1574 ke Malaka, menunjukkan bahwa Ratu Kalinyamat merupakan sosok yang setia terhadap wilayah yang sekarang menjadi NKRI
Meskipun serangan ini juga gagal, tidak membuat Ratu Kalinyamat menyerah dan berkhianat untuk bekerja sama dengan penjajah Portugis. Ratu Kalinyamat tetap berjuang melawan hegemoni Portugis dan tidak ada satu sumber pun yang menyebutkan Ratu Kalinyamat bekerja sama dengan Portugis sampai meninggal tahun 1579.
Source : kumparan